Bismillaahirrahmaanirrahiim
Teman-teman, izinkan saya share tentang syarah (pembahasan) salah
satu hadits dari Kitabul Jami' pada Bab 3. Materinya
disampaikan oleh Dr.
An Nuurah (seorang
dosen wanita dari Timur Tengah) dalam sebuah kesempatan muhadharah.
Hadits yang dibahas ada dalam Kitabul Jami', salah satu bagian dari Kitab
Bulughul Maram oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani. Pada Bab 3 hadits
pertama. Kita simak haditsnya dulu ya.
Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya
perkara yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada
perkara-perkara yang samar (syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia.
Barangsiapa yang menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri
untuk agama dan kehormatannya.Dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti
dia terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan
(binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk
menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa
setiap raja memiliki daerah terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik
Allah adalah perkara-perkara yang haram. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada
segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh tubuh dan jika buruk
menjadi buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah
bahwa itu adalah jantung.”
(Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Pada dasarnya, Allah telah menyempurnakan agama ini (Lihat QS. 5 ayat 3),
dan Rasulullah Shallalahu '‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya dengan jelas
dalam hadist berikut.
“Perkara agama ini sudah sangat jelas, malamnya seterang
siangnya.”
(Lihat: HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan Hakim).
Maka tidak akan sesat, kecuali orang-orang yang tersesat.
Lalu
mengapa ada orang-orang yang menganggap suatu perkara sebagai syubhat (samar-samar)
baginya? Mengapa
pula kadang ada perkara yang ulama berbeda pendapat atasnya?
Ada
beberapa hal yang
menyebabkan perbedaan pendapat ini, di antaranya adalah
[1]
Sampainya dalil pada seorang ulama,dan tidak sampai pada ulama lainnya.
Hal ini menyebabkan perbedaan pandangan. Ini
terjadi di masa lalu, saat ketersebaran kitab-kitab yang dituliskan tidak
semudah saat ini.
[2] Terdapat 2 dalil, yakni halal dan haram, sementara belum sampai padanya
tentang ilmu nasakh dan mansukh. Misalnya tentang adanya dalil tentang larangan
ziarah kubur,lalu ada dalil lain yang datang kemudian, yang menghapuskan
larangan ini. Tidak sampainya dalil bahwa dalil sebelumnya sudah dihapuskan, dapat
menyebabkan perbedaan pendapat dalam hal ini.
[3] Adanya dalil yang bersifat
umum, sehingga para ulama berbeda dalam
memahaminya.
[4] Adanya perintah dan larangan
dari Rasulullah Shallallahu 'alahi wa sallam, terkadang suatu larangan dimaknai sebagai hal yang 'haram' namun ada pula yang
menganggapnya
hanya bersifat makruh. Begitupula dengan perintah, kadang shahabat memahaminya sebagai wajib dan yang lain
menganggap tidak. Maka saat menghadapi perkara
seperti ini, perlu bagi kita untuk
berilmu mengenai mana perkara yang paling benar dan kuat landasannya. Imam Ahmad menjelaskan bahwa syubhat adalah sesuatu yang
berada
di antara
halal dan haram.
Makna
perkataan “Kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya” adalah
bahwa sebagian besar manusia tidak dapat menentukan apakah perkara
tersebut. Apakah perkara tersebut halal
atau haram. Namun tetap ada manusia yang
mengetahui halal/haramnya
perkara tersebut karena ia berilmu. Maka saat seseorang berilmu,
baginya perkara tersebut tidak lagi bersifat syubhat (samar), meski kebanyakan orang menganggapnya demikian.
Ada
beberapa jenis manusia dalam menghadapi perkara syubhat ini. Berikut penjelasannya :
PERTAMA; manusia yang berilmu tentang perkara tersebut, sehingga baginya,
hal itu bukan lagi termasuk syubhat. Masya Allah, mari berilmu!
KEDUA; Manusia yang tidak berilmu tentangnya, baginya perkara itu bersifat
samar (syubhat), maka
ia memilih untuk meninggalkannya. Orang-orang yang meninggalkan
perkara tersebut telah menjaga agama dan kehormatannya, karena khawatir terjatuh pada
perkara yang haram.
KETIGA;
Manusia yang terjatuh pada perkara yang syubhat itu, jenis yang ketiga ini terbagi
lagi menjadi 3 kelompok.
(a) Perkara itu sebenarnya telah jelas bagi dirinya (bukan syubhat), namun
masih merupakan perkara syubhat bagi orang lain. Maka dalam hal ini ia
menjelaskan perkara tersebut pada orang lain agar tidak menyebabkan
kesalahpahaman.
Pada poin ini diberikan contoh tentang kisah Rasulullah
Shallalahu '‘alaihi wa sallam yang suatu malam sedang beri'tikaf di masjid. Lalu
pada malam itu,datanglah istri beliau, Shafiyyah Radhiyallahu 'anha, ke masjid tersebut,
lalu keduanya jalan beriringan. Shafiyyah menggunakan niqab menutupi
wajahnya,sehingga beliau hanya dikenali oleh Rasulullah Shallalahu ‘‘alaihi wa sallam.
Sementara kala itu, ada dua shahabat lain yang
menyaksikan keduanya jalan berdua tanpa
mengetahui siapa wanita tersebut. Maka
Rasulullah Shallalahu ‘‘alaihi wa sallam langsung menjelaskan pada kedua
shahabat itu bahwa yang beliau temani tersebut adalah Shafiyyah, istrinya.
Tentu,
shahabat tidak mungkin berprasangka buruk pada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa
sallam, kan? Tanpa dijelaskan apa-apa pun, mereka pasti tidak akan berpikir
yang bukan-bukan. Namun kenapa Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam tetap
jelaskan? Ya, sebab meski perkara itu bukanlah syubhat bagi dirinya, namun bisa
saja menjadi keraguan pada diri orang lain yang melihatnya. Sebab
syaithan mengalir pada pembuluh darah manusia, dan siap membisikkan prasangka
kapan saja, maka cegahlah!
Ini
bukan tentang takutnya kita pada pendapat manusia, atau sibuknya kita agar
selalu terlihat sempurna. Bukan! Ini adalah sebuah cara untuk mencegah fitnah,
sebab kadang asap pun muncul meski tak ada api. Nah! Maka semoga Allah rahmati kita, dan menghitungnya sebagai
sedekah, sebab usaha kita untuk mencegah orang lain dari ghibah tentang kita.
[b] Manusia yang menganggap sebuah perkara sebagai syubhat,
lalu ia bertanya pada ulama tentang fatwa tersebut sehingga jelaslah kehalalan
perkara itu.
[c] Manusia yang menganggap suatu
perkara syubhat, lalu ia terjatuh padanya, tidak memperhatikannya,tidak
menjaga agama dan kehormatannya.
Nah, dengan demikian, sebenarnya perkara syubhat ada 2 kemungkinan, bisa
saja dia sebenarnya haram, tapi bisa jadi pula halal. Lalu kenapa dalam hadits
ini dikatakan bahwa orang yang mengerjakan syubhat akan
jatuh-pada-perkara-haram, padahal masih ada kemungkinan halal?
Di situlah letak kehati-hatian itu! Sebab orang-orang yang terbiasa
mengerjakan perkara yang belum jelas baginya akan terbiasa melakukan hal yang
sama terus menerus, saat hadapi perkara syubhat, ia kerjakan saja, tanpa ada perhatian untuk berilmu. Jika sudah terbiasa begitu, maka lama kelamaan ia akan
terjatuh pada perkara yang haram itu. Makanya lebih
baik kita berhati=hati.
Di
sisi lain, tidak ada satu
makhluk pun di dunia ini yang bisa mengetahui isi hati manusia lainnya. Maka kita harus bisa jujur pada hati kita sendiri, apakah
suatu perkara benar-benar syubhat dan belum jelas bagi kita, atau sebenarnya sudah
jelas. Misal pula, ada seseorang yang melakukan perbuatan yang salah.
Contohnya,
orang yang minta didoakan oleh mayat orang shalih yang sudah dikubur. Itu kan tidak boleh. Sehingga tentang orang ini, kita tidak tahu apakah di
dalam hati ia sebenarnya mengerti bahwa hal ini tidak boleh dilakukan ataukah,
sebenarnya ia tidak tahu, tidak berilmu tentang hal itu, sehingga ia
melakukannya, padahal itu syubhat baginya. Makanya, kita tidak boleh menghukumi
PELAKU-nya sebagai kafir, namun ia telah melakukan perbuatan syirik. Sebab,
kita tidak tahu bagaimana isi hati seseorang.
Maka, menjaga diri dari syubhat
adalah dengan dekatkan diri kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Sebab,
Allah tidak melihat pada fisik kita tapi pada hati kita, dan
kebeningan hati bisa didapatkan dengan
menghindari perkara yang syubhat.
Meninggalkan syubhat akan menjaga agama (hubungan dengan Allah) dan
kehormatan kita (pandangan manusia). Perkara yang samar-samar ini memang akan
kerap kita temui, sebab dunia memang tempatnya manusia diuji.
Ujian (fitnah) akan datang serupa helaian-helaian bambu yang menyusun sebuah
tikar. Ia akan datang satu persatu, tidak sekaligus, sehingga Allah akan melihat
bagaimana kita menyikapi dan
menghadapi ujian tersebut. Ujian
itu bisa datang dalam bentuk hal-hal
yang baik (kenikmatan), maupun
yang buruk (kesusahan). Maka
saat kita tidak bisa lolos dari satu
ujian itu, akan muncullan satu noda hitam di hati kita. Naudzubillah min dzalik.
Sebaliknya,
orang yang bisa menghadapi ujian dengan benar, maka akan ada titik cahaya
pada hatinya. Hati yang dipenuhi titik-titik
hitam akan menjadi buram, gelap, dan tidak dapat terima kebenaran, salah satu
sebabnya adalah seringnya ia terjatuh pada perkara syubhat. Dan hati yang terjaga dari
fitnah, akan bercahaya,tidak terpengaruh saat ujian yang lainnya datang. Hati yang
terjaga ini, akan membuat anggota tubuh lainnya juga terjaga dan mudah lakukan
kebaikan. Hati akan mendapatkan kekuatan dari membaca
Al Qur'an, dzikrullah, shalawat, dan ketaatan lainnya kepada Allah.
Maka
meninggalkan perkara syubhat sebenarnya adalah urusan kita kepada Allah, adakah
kita telah jujur-hati dalam menghadapinya?
Alhamdulillah,
demikian teman-teman,
semoga kita semua bisa terhindar dari perkara syubhat
dan terus berusaha menambah ilmu agama kita.
Semoga Allah mudahkan kita dalam berketaatan, dan mudahkan kita dalam
hindarkan diri dari perkara yang haram pun yang syubhat.
Semoga Allah berikan keberkahan pada Ustadzah Dr. An Nuurah yang telah
jauh-jauh datang ke Indonesia untuk menyampaikan ilmunya.
Jazakumullahu
khairan untuk yang sudah menyimak, mohon koreksinya pada kekhilafan yang ada. Semoga
bermanfaat. (Ar/Ay)
1 comments:
Terima kasih atas artikel terkait tentang halal ini. Semoga makin menyebar kesadaran halal di masyarakat.
Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuknya." (HR At Tirmidzi).
Silahkan kunjungi www.PusatHalal.com untuk mendapatkan artikel dan video tentang halal-haram. Jazakumullah - www.PusatHalal.com
Post a Comment
Silakan berkomentar!