INSPIRASIAndSEMANGAT MUSLIM MUDA

thumb2

Mahasiswa (Seharusnya) Ulul Albab

- - Majalah AlFirdaus


Kerusuhan pecah. Bukan, bukan di daerah konflik dimana hal itu sudah menjadi santapan sehari-hari. Bukan pula di zona merah tempat deru senjata dan lemparan batu telah menjadi kebiasaan. Kisruh itu justru bergolak di tempat dimana seharusnya tercipta suasana yang aman, damai, dan kondusif untuk mengejar cita-cita dan meraih mimpi-mimpi. Ya, tawuran antarmahasiswa kembali terjadi! Lalu tidak cukup dengan kehebohan yang membuat banyak pihak bergidik ngeri, tawarun itu juga dibumbui dengan pengrusakan fasilitas kampus. Maka, tidak usah pertanyakan berapa besar kerugian yang harus dikecap dari kejadian ini, baik kerugian materil, maupun imateril.
Hal ini tentunya menjadi sebuah ironi, apalagi dengan mengingat bahwa hal ini bukan pertamakali terjadi. Lalu mengapa seolah menjadi sesuatu yang begitu berat untuk meredam gejolak tawuran yang sepertinya memiliki musim layaknya kemarau dan penghujan tersebut? Yah, pengulangan-pengulangan yang menyakitkan tersebut membuat kita sudah seharusnya senantiasa mengevaluasi, memuhasabah diri kita sendiri, terutama bagi yang menyandang status sebagai seorang mahasiswa.
Betapa besarnya penghargaan tersebut sehingga kata ‘maha’ disematkan sebelum ‘siswa’. Ini seharusnya sudah cukup untuk menjadi lecutan bagi para penyandangnya untuk senantiasa berusaha untuk menjadi yang terbaik dan memberikan contoh positif di tengah-tengah masyarakat. Setelah melewati proses pendidikan di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah, ditambah dengan berbagai macam pelajaran di masa kuliah, bukan hanya tentang materi-materi perkuliahan secama khusus, tapi juga pelajaran tentang nilai-nilai kehidupan secara umum. Kampus sudah seharusnya bukan hanya dimaknai sebagai tempat meraih gelar akademik, tapi juga sebagai universitas kehidupan tempat mengumpulkan bekal untuk kehidupan bermasyarakat.
Terkhusus kepada para mahasiswa muslim, mari kita menanggalkan segala bentuk rasa ujub yang justru mungkin timbul setelah berstatus mahasiswa. Lalu, dengan hati yang paling ikhlas, simaklah ayat berikut:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan lanjut dan bumi (seraya berkata), “Ya Robb kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah kami dari siksa neraka.” (QS.Ali Imran [3:]190-191)
Kawan-kawan mahasiswa muslim! Inilah ayat yang saat turunnya Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam menangis tersedu meneteskan air mata. Ayat ini menggambarkan bagaimana seharusnya profil seorang ulul albab (orang-orang yang berakal). Ulul albab yang bukan hanya unggul dalam hal pemikiran dan pengetahuan, tapi juga dapat menyeimbangkan antara dzikir dan fikir, selalu mengingat Allah dalam keadaan apapun dan bertafakkur pada ayat-ayatNya yang membentang pada seluruh alam semesta. Maka kepada siapakah masyarakat mengharapkan figur ini ada? Ya, kepadamu: mahasiswa muslim yang mengemban amanah ummat!
Lalu tentulah menyedihkan rasanya menyaksikan bagaimana seorang mahasiswa, dengan Laa ilaha illallah berada di dadanya, dengan tega melempari dan melukai saudaranya sendiri! Tentu sangat memiriskan, melihat bagaimana mahasiswa yang mampu membaca ayat-ayat Al Qur’an itu merusak tempat belajarnya sendiri, sementara begitu banyak sekolah-sekolah adik-adik kita di luar sana yang ambruk dengan naas karena masalah biaya. Tentu memilukan, menjadi saksi angkara murka yang tidak pernah dicontohkan oleh teladan kita, Baginda Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam yang disegani kawan dan lawannya karena keunggulan akhlak!
Masyarakat dan ummat menantikan karya dan sumbangsih kita. Tulisan ini pun dibuat bukan untuk menyalahkan siapa-siapa, apalagi menafikan setiap prestasi yang telah ditunjukkan di masa-masa yang telah terlewat. Tapi, kita tentunya tidak menginginkan potret buram ini terus terulang. Sebab, sebagaimana kita merindukan bumi yang lebih indah untuk dihuni, dengan pemimpin yang hangat dan peduli, kita pun sangat rindu pada sosok-sosok pemuda ulul albab; memiliki akal untuk berpikir jernih, hati yang peka untuk kebaikan, serta selalu mengingat Allah dalam setiap perbuatannya. Lalu, menjadilah ia rahmat bagi semesta alam. Semoga. (Ar)
Continue reading

thumb2

Raihlah Pahala di Hari Kurban

- - Majalah AlFirdaus


Raihlah Pahala Di Hari Kurban

Oleh: Muh. Irfan Zain, Lc

Usia yang terbatas dan kesalahan yang bertumpuk dan semakin banyak, seakan membuat kita pesimis. Bagaimana harus menebus dan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah. Tetapi keluasan rahmatNya ternyata melingkupi segala sesuatu. Berbagai peluang untuk meraih dan mendulang pahala, Ia bentangkan setiap masa. Namun adakah yang mau menjemputnya?

Di antara peluang itu adalah syariat kurban. Kurban yang dilaksanakan dengan ikhlas merupakan simbol ketakwaan seorang hamba dan kecintaannya kepada Allah.

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”(Al-hajj; 37).

Mengingat hal tersebut, maka Allah sangat mencintai ibadah itu, bahkan lebih dari kecintaanNya kepada ibadah lain yang dilakukan pada hari ke-10 di bulan Dzulhijjah tersebut. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam katakan bahwa sekecil apapun amal sholeh yang dilakukan pada sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah, maka tidak akan ada satupun amalan yang dapat menyamai nilainya di sisi Allah kecuali seseorang yang berjihad dan meninggal dalam medan jihad itu. Maka bila demikian, keutamaan beramal pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, lantas bagaimanakah pahala yang Allah Subhanahu wa ta'ala siapkan bagi orang-orang yang berkurban pada hari ke-10 di bulan tersebut ? Disebutkan dalam sebuah riwayat,

ما عمل ابن آدم يوم النحر عملا هو أعظم عند الله -أو أحب إلى الله- من إراقة الدم.

“Tiada satupun amalan seorang manusia yang lebih mulia atau lebih dicintai oleh Allah –dihari ke-10 Dzulhijjah- daripada mengalirkan darah kurban.” (HR. Tirmidzi, didh'ifkan oleh syaikh al Baani dan dihasankan oleh syaikh Mubarakfuuri).

Hukum Pelaksanaan Ibadah Kurban.

Kebanyakan ulama menilai bahwa hukum melakukan ibadah kurban adalah sunnah mu'akkadah. Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata;

من وجد سعة لأن يضحي فلم يضح فلا يحضر مصلانا

“Barangsiapa memiliki kesanggupan lantas ia tidak berkurban, maka janganlah ia menghadiri lapangan tempat shalat kami ini.”. (Shahih at Targhib wa at Tarhiib)

Jenis dan Ketentuan Hewan Kurban

Jenis hewan yang boleh dikurbankan adalah unta, sapi, kambing, dan domba. Hewan-hewan inilah yang masuk dalam kategori "Bahimatu Al-an'am", sebagaimana disebut dalam surat al Hajj ayat 28.

Beberapa ketentuan umum hewan kurban adalah hewan sembelihan itu telah mencapai usia tertentu;

1. Usia unta yang sah dijadikan hewan kurban adalah 5 tahun.

2. Usia sapi yang sah dijadikan hewan kurban adalah 2 tahun.

3. Usia kambing yang sah dijadikan hewan kurban adalah 1 tahun.

4. Usia domba yang sah dijadikan hewan kurban adalah 6 bulan..

Usia ketiga jenis hewan yang pertama disebut musinnah, maka jika seorang sulit untuk mendapatkan hewan dengan usia tersebut, bolehlah ketika itu berkurban dengan domba yang berusia 6 bulan (jadza'ah).

Dipersyaratkan pula bagi sahnya hewan kurban yaitu selamatnya hewan tersebut dari cacat yang nyata dan dapat menurunkan kualitas hewan itu, seperti hewan yang buta sebelah matanya dengan kebutaan yang jelas, hewan yang pincang dengan kepincangan yang jelas, hewan yang sakit dengan sakit yang jelas dan hewan yang sangat kurus tidak memiliki sumsum. Olehnya, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam memerintahkan seseorang yang akan menyembelih kurban untuk terlebih dahulu memeriksa mata, telinga dan giginya.

Beberapa Ketentuan Bagi Orang Yang Menyembelih

Bagi seorang yang akan menyembelih, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkannya untuk tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya ketika telah masuk awal Dzulhijjah. Namun ketentuan ini hanya berlaku bagi seorang yang akan menyembelih untuk dirinya. Tidak berlaku bagi petugas penyembelih (hewan kurban adalah milik orang lain), dan tidak juga berlaku bagi orang-orang yang diikutkan dalam sembelihan tersebut (keluarga pemilik kurban).

Di antara hukum yang berkenaan dengan penyembelih adalah sebaiknya yang menyembelih binatang kurban adalah orang yang hendak melaksanakan kurban, tetapi tidak mengapa diwakilkan kepada seorang yang mahir dalam penyembelihan. Maka bila ia mewakilkannya kepada seseorang, disunnahkan baginya untuk menyaksikan proses penyembelihan dan turut mengucapkan basmalah dan takbir bersama orang yang diwakilkan untuk menyembelih.

Ketika menyembelih hendaknya ia berkata;

بسم الله الله أكبر اللهم هذا منك و لك اللهم هذا عن فلان و عن آل فلان

“Dengan nama Allah, Allah maha besar. Ya Allah sembelihan ini merupakan nikmat dari-Mu dan hanya untuk-Mu. Ya Allah, sembelihan ini adalah dari Fulan (disebutkan nama orang yang memiliki sembelihan) dan juga dari keluarga Fulan.”.

Pembagian Kurban

Di antara hukum yang berkenaan dengan penyembelihan, hendaklah seorang yang menyembelih membagi daging kurban menjadi tiga bagian; sepertiga bagian untuk dirinya, sepertiga bagian untuk dihadiahkan dan sepertiga bagian untuk disedekahkan kepada orang-orang miskin. Menyedekahkan hewan kurban kepada orang miskin -oleh sebagian ulama- adalah perkara wajib, karena maksud dari kurban adalah mengalirkan darah dan bersedekah.

Interval Waktu Penyembelihan

Waktu penyembelihan dimulai setelah khutbah shalat I'ed dan berakhir setelah masuknya waktu maghrib pada hari ke-3 setelah hari raya.

Menyertakan Orang Lain Dalam Ibadah Qurban

Dalam pelaksanaan ibadah qurban, boleh bersyarikat (kongsi) antara tujuh orang untuk menyembelih seekor unta atau sapi. Namun hal demikian tidaklah berlaku bila hewan kurban itu adalah kambing atau domba.

Bila hewan kurban berupa kambing atau domba, maka boleh menyertakan keluarga atau siapa saja dalam kurban yang dilakukan. Namun bila hewan kurban itu berupa sapi atau unta, maka tidak ada riwayat yang menyebutkan bolehnya mengikutkan orang-orang yang tidak menyembelih dalam ibadah kurban, sebagaimana kebolehan melakukan hal itu bila hewan kurban berupa kambing dan yang sejenisnya.

Upah Pemotong

Tidak boleh memberi upah berupa daging atau bagian tubuh lain dari hewan kurban kepada seorang yang ditugaskan untuk menyembelih hewan. Namun tidak mengapa mengupah mereka dengan memberi nominal tertentu selain dari hewan kurban. Demikian juga tidak mengapa menghadiahkan daging atau anggota tubuh lain dari hewan kurban kepada mereka, selama berupa hadiah dan bukan sebagai upah.

Akhirnya, semoga Allah menerima amalan-amalan shaleh kita dan berkenan menutupi segala tumpukan dosa dan kesalahan kita dengan amalan-amalan itu. Dialah Zat yang Maha Rahman dan maha menerima taubat. Walhamdulillahi Rabbil 'Aalamiin.

sumber gambar:https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgv0IFTaHJvh5ET4C6QfOF-tUu0_XiCYD7-Nri_2dROj0jUXNw7_-VcB3tFG_Fk4dIrqb59yBgkvY3UnOYeHPDtj30TD-HXFoz3ReTGnX2KgJdBFsfnsrUrvQZmXbS-3YEQzSxWPYJx0-qI/s1600/8678-017-13-1047.gif

Continue reading

thumb2

Semangat Perubahan!

- - Majalah AlFirdaus


Bismillaahirrahmaanirrahiim

Pelajari sesuatu dari hidup ANDA!
Sesuatu yang mampu mengubah hidup anda ke arah yang benar.




Continue reading

thumb2

AF's Cover Story; Pinky in Love

- - Majalah AlFirdaus


Pinky in Love, merah muda dalam cinta. Sebuah warna yang menginspirasi sebagian shohib kita yang sedang berbunga-bunga di hatinya. Hmm, cinta pun menjadi indah tuk dibahas dan begitu mengesankan. Shohib AF, cinta Al Firdaus kali ini adalah cinta yang mengajak kamu kepada cinta sejati.
Ups… karena tentang cinta nih, AF menggambarkannya lewat sampul bernuansa pink, merekahkan bunga sakura yang indah, seindah hati pembaca Al Firdaus. Ehm, semoga aja deh!
Oh ya, ngomongin bunga sakura, pasti kamu ingatnya negeri Jepang. Negara yang memiliki varian bunga sakura yang paling banyak di dunia. Tahu nggak yang paling istimewa dari bunga ini…? Ya, betul! Waktu mekar bunga pada pohon sakura ini, cuma sepekan selama setahun di awal musim semi. Lalu layu kembali, mulai dari bunga pertama mekar hingga seluruh bunganya layu dalam waktu setengah bulan saja.
Nah, masa remaja yang sangat dekat dengan dunia cinta, tak jarang merasakan cinta sesaat, seperti ‘sesaatnya’ bunga sakura bermekaran. Eits, bukan berarti lho, bunga sakura identik dengan cinta sesaat. Justru karena sebentarnya bunga sakura mekar, konon orang Jepang memanfaatkan musim bunga terindah tersebut dengan menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang terdekat. Walau demikian, musim yang banyak di tunggu-tunggu itu hanya berlangsung dalam kurun waktu sepekan saja.
Itu orang Jepang, lain lagi dengan AF! So, Al Firdaus kepengen memanfaatkan waktu di bulan Februari-Maret ini untuk membahas cerita tentang cinta di berbagai rubriknya. Mulai cerita keindahannya sampai kemelut cinta yang biasa dialami para remaja. Pokoknya warna-warni nuansa nge-pink, shohib AF bisa dapatkan di edisi kali ini. Yuk, segera saja simak Al Firdaus edisi terbaru Pinky in Love!
Continue reading

thumb2

#stafatSABAR

- - Majalah AlFirdaus


  1. Kamu muslim, maka kamu luar biasa! Saat musibah menimpa, SABAR menjadi pilihan utama. #stafatsabar
  2. Siapa bilang SABAR ada batasnya? Emosi kita saja yg kadang membatasinya. Selebihnya, bersabarlah senantiasa, lalu kelak temukan pahala yg tak terbatas atasnya! #stafatsabar
  3. SABAR itu pada pukulan pertama,kawan. Maka berlatihlah untuk dapat melakukannya segera saat cobaan itu menyapa! #stafatsabar
  4. Mengapa keSABARan terkadang begitu pahit? Sebab balasannya teramat manis. Percayalah! #stafatsabar
  5. Bukankah keSABARan itu tidak ada ruginya? Ia menenangkan jiwa, menyelamatkan lisan, dan menjaga dari keluh kesah. Maka, bersabarlah! #stafatsabar
  6. Indahnya keSABARan... Sebuah perintah yang menentramkan. Ibadah hati berbuah pahala melimpah. Dicontohkan para nabi dan rasul Allah!#stafatsabar
  7. SABAR bukan berarti lemah! Ia justru pertanda kekuatan jiwa. #stafatsabar
  8. Kita diperintahkan menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong. Maka mengapa kita merasa ragu untuk memulainya? #stafatsabar
  9. Kesanggupan berSABAR hanya milik orang2 berhati cahaya. Membias teduh pada wajahnya. Menjelma lembut pada tutur katanya. #stafatsabar
  10. Rasulullah meneladankan keSABARan tak bertepi. Sangat elok jika Kita sbg ummatnya juga belajar untuk itu: untuk SABAR! #stafatsabar
  11. Kami bersabar dgn deras hujan dan petir yg menyambar. Lalu tersenyum saat tergantikan oleh cerah dan pelangi yg melengkung indah. #stafatsabar
  12. Dan demikianlah hidup. Akan dipergilirkan kesulitan dgn kemudahan. BerSABAR hanyalah penantian pada kemudahan itu. #stafatsabar
  13. Betapa indahnya SABAR: layaknya kesabaran bunda saat melahirkan kita, dan sabarnya ayah waktu berpeluh mencari nafkah. Berbalas dgn anak shaleh/shalehah yg jg berhias kesabaran. Indahnya! #stafatsabar
Continue reading

thumb2

#StafatCINTA

- - Majalah AlFirdaus


  1. Bagi seorang muslim, CINTA, takut dan harap adalah bagian yang menyusun dirinya. CINTA adalah kepalanya, takut dan harap merupakan kedua belah tangannya. Ketiganya bersinergi untuk berdaya guna; ketiganya saling bertaut untuk ibadah padaNya. #stafatCINTA
  2. Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Buya HAMKA #stafatCINTA
  3. CINTA itu menenangkan, menguatkan, dan membahagiakan. Maka saat mendapatinya tidak demikian, berhati-hatilah bahwa yang kau rasakan hanya sekedar nafsu berkedok CINTA. #stafatCINTA
  4. Lihatlah bagaimana CINTA sejati bekerja! Sehingga seseorang rela berdiri di sepertiga malam, mengacuhkan raga yang lelah, lalu membersamai jiwanya yang kuat. Demi Allah, demi CINTA padaNya. #stafatCINTA
  5. CINTA menunjukkan dirinya diantara belai lembut ibunda. Pada peluh ayah yang bekerja mencari nafkah, dan saat seorang anak mengangkat kedua belah tangannya, berdoa untuk pengampunan kedua orang tuanya. #stafatCINTA
  6. Itulah CINTA! Saat mereka yang pernah terpaut jarak, tanpa ikatan darah, tanpa perkenalan sebelumnya, dipersaudarakan dengan ISLAM, lalu salah seorang diantaranya berkata; ambil sebagian hartaku untukmu saudaraku! #stafatCINTA
  7. Itulah CINTA! Saat Abu Bakar hadir dengan infak SELURUH hartanya. Kepada keluarganya, dicukupkan dengan Allah dan RasulNya. #stafatCINTA
  8. Itulah CINTA! Saat Mush'ab bin Umair meninggalkan kemewahan dunia. Ikut turun dalam kancah jihad. Lalu syahid menemuinya, dan kain penutupnya tak cukup menyelimuti tubuhnya yang mulia. Di syurga tempat akhirnya. #stafatCINTA
  9. CINTA itu mencukupkan. Ia melahirkan kesyukuran saat nikmat datang. Dan memanggil kesabaran saat harapan tidak menjadi kenyataan. Indah, bukan? #stafatCINTA
  10. CINTA itu menjaga. Maka saat kau merasakannya hanya mendatangkan hati yang tidak tenang, atau saat kehormatanmu justru menjadi taruhan untuk pembuktiannya, waspadalah bahwa ia hanya syahwat berkedok CINTA. #stafatCINTA
  11. Begitulah CINTA, saat dakwah Rasulullah dibalas dengan caci maki dan lemparan batu. Tapi ada maaf di mulutnya, ada harap di hatinya; Kelak, dari kaum ini akan lahir manusia yang mentauhidkan Allah! #stafatCINTA
  12. Lihatlah CINTA! Menyandarkan CINTA padaNya dan karenaNya saja! Maka kelak akan peroleh mimbar cahaya, dicemburui para Nabi dan syuhada... #stafatCINTA
  13. Dan demikianlah CINTA, hadirnya berbuah ketaata. Kekuatan untuk menjalankan kewajiban, dan ketakutan pada maksiat di hadapNya. Demikianlah CINTA, maka mari mencoba menumbuhkannya dalam jiwa, padaNya saja. KarenaNya saja. #stafatCINTA
  14. “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran [3]: 31) #ayatCINTA dalam stafatCINTA
Continue reading

thumb2

Formula Penghilang Noda

- - Majalah AlFirdaus


(Edisi AF Crew's Note)

Ada sebuah kebiasaan sehat yang diterapkan di rumah saya beberapa bulan belakangan. Setiap pagi dan sore, bapak, ibu, dan saya rutin minum jus sayuran dengan campuran labu siam, timun, dan wortel –kadang ditambah melon juga. Atas saran dari seorang konsultan gizi yang sepaket dengan ahli jantung tempat ibu saya sempat berkonsultasi, beliau menyarankan untuk menenggak jus yang diyakini mantap untuk menurunkan kolesterol dan tekanan darah tersebut.
The hardest part dari ritual minum jus itu adalah saat proses pencucian juicernya. Model juicer yang berlekuk-lekuk itu memungkinkan noda dari getah sayur-sayuran tadi tertinggal dengan warna hitam kecoklatan yang cukup mengganggu pandangan. Saat menyikat noda-noda itulah saya teringat akan noda lain yang juga lekat dengan kehidupan kita.
Jika noda pada pakaian atau pada tubuh kita akan membuat kita terganggu dan akan segera kita bersihkan, maka noda yang satu ini terkadang terlupa. Bahkan, dalam keadaan akut, noda-noda ini kadang dianggap wajar dan biasa-biasa saja. Noda yang saya maksud adalah; dosa.
Yah, diumpakan setiap kita melakukan maksiat, akan ada satu titik noda hitam yang menempel di hati. Besar dan jumlahnya mungkin setara dengan seberapa besar maksiat itu sendiri. Orang yang terus menerus melakukannya, tanpa sadar akan sampai pada titik dimana hatinya akan dipenuhi dengan noda hingga akan menjadi hitam kelam dan keras. Maka jangan heran, jika mendapati diri dalam keadaan melimpah harta, keluarga yang aman-aman saja, prestasi yang berada di puncak tertinggi, atau kedudukan yang terhormat di mata manusia, tapi tetap merasa tidak tentram dan selalu ada yang dirasa kurang. Mungkin sebab hatinya kosong melompong dan hanya diisi oleh noda hitam yang mengerak.
Dalam sebuah lingkaran majelis, saya pernah mendengar cerita tentang Utsman bin Affan yang selalu sesunggukan hingga basah jenggotnya saat melewati perkuburan. Atau Khalid bin Walid yang menangis menatap Al Qur’an sebab merasa telah terlalaikan karena sibuk di medan jihad. Ada juga yang dengan perasaan bergejolak berucap bahwa ia akan lalui perjalanan panjang (setelah kematian) sementara perbekalan yang disiapkannya sangat sedikit.
Nah!
Jika mereka saja, yang hidup di masa Rasulullah, yang hatinya dicerahkan dengan cahaya Islam yang begitu paripurna, serta ibadah dan ketakwaannya adalah jaminan mutu, kemudian dapat dengan setakut itu menghadapi masa-masa pertanggung jawaban, lalu bagaimana dengan kita.
Ada sebuah kata-kata hikmah yang sangat indah; Jangan melihat sekecil apa maksiat yang kau lakukan, tapi lihatlah sebesar apa Dzat yang kau bermaksiat padaNya.
Ya, kita kadang tidak sadar pada dosa-dosa kecil yang mungkin terkumpul tiap detiknya. Sementara kita tahu betul bahwa bukit yang tinggi menjulang adalah kumpulan kerikil-kerikil kecil yang terkumpul menjadi satu.
Memang benar bahwa manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Maka sebab itulah Allah Yang Maha Pemurah memberikan kepada kita sebuah cara untuk dapat lepas dari jerat noda-noda itu; Taubat!
Masalahnya adalah, kita kadang memberi jeda yang terlalu lama untuk memulai pertobatan. Kita dengan mudah melakukan prokrastinasi –penundaan, untuk memutuskan berhenti dari maksiat, menyesal tentangnya, dan berjanji tidak akan mengulanginya. Seolah-olah, kita tahu kapan datangnya saat kematian, seolah kita menjamin, bahwa hidup baru akan terhenti saat rambut telah memutih, badan membungkuk, dan gigi ompong satu persatu. Padahal begitu banyak kasus mati muda yang terjadi diluar sana, lebih parah lagi, kasus meninggal dalam keadaan maksiat yang sama sekali tidak ada kerennya!
Layaknya seperti juicer saya tadi, kadang saya menunda untuk mencucinya saat ada pekerjaan lain yang harus didahulukan. Hasilnya adalah, noda-nodanya akan lebih susah dibersihkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan jika dicuci segera setelah digunakan.
Maka ada beberapa cara Allah untuk ‘membersihkan noda’ kita. Mungkin dengan kesengsaraan atau rasa sakit yang kita derita. Jika dihadapi dengan ikhlas, maka ia adalah penggugur dosa layaknya berjatuhannnya daun di musim gugur, insya Allah. Tapi apakah kita akan menunggu untuk ‘disakiti’ dulu baru akan bertaubat? Lalu bagaimana jika ternyata kesempatan itu tidak datang dan kita ‘dibiarkan’ berkubang dalam maksiat?
Kawan, mungkin ada bagusnya jika kita menikmati keheningan sejenak. Bersendirianlah ditengah malam dan ingat kembali betapa banyak kemaksiatan yang kita lakukan. Ingatlah bahwa kepastian kematian akan datang, entah setelah kesempatan taubat kita dapatkan ataukah saat belum sempat kita mengakui kesalahan. Ingatlah bagaimana indahnya syurga yang mungkin akan begitu jauh bahkan tidak tercium wanginya jika kita tidak segera berubah. Ingatlah betapa ngerinya jahannam yang bahan bakarnya adalah batu dan manusia. Ingatlah saat kita berada di titik nol, lalu berdiri di hadapan Rabb pencipta kita, untuk bertanggung jawab atas setiap detik yang kita habiskan di dunia. Ingatlah dengan keyakinan bahwa itu adalah masa-masa kepastian yang kita akan sampai ke episodenya; cepat atau lambat.
Kawan, pintu pengampunannya terbuka lebar. Kukabarkan padamu tentang kedudukan orang-orang yang bertaubat di sisinya; dihapuskan dosa-dosanya! Demi Allah, akan dihapuskan dosa-dosanya! Dengannya, semoga kelak perjalanan kita akan lebih ringan, wajah pun lebih bercahaya, di hari dimana tidak ada lagi naungan selain naunganNya. Maka sampai kapan kita akan menunda? Ayo, bertaubat bersama!
sumber gambar
Continue reading

thumb2

Keselarasan: Teladan, lalu Perkataan

- - Majalah AlFirdaus


Suatu hari ketika Imam Hasan Al Bashari sedang duduk di rumahnya yang sederhana, datanglah utusan para budak dari kota Bashrah.

Utusan tersebut berkata, “Yaa Taqiyuddin, majikan kami memperlakukan kami dengan buruk dan tidak berperikemanusiaan. Kami berharap pada khutbah Jum’at yang akan datang, Tuan bisa membicarakan tentang kasus kami. Supaya para pemilik budak melepaskan budak-budaknya dan tidak memperlakukan kami dengan kejam.”

Imam Hasan Al Bashari hanya diam tidak berkomentar.
Hari Jum’at pun datang silih berganti, tetapi Imam Hasan Al Bashari tidak juga berkhutbah sesuai dengan permintaan utusan para budak tadi.

Barulah kemudian pada suatu Jum’at beliau menyinggung tentang keutamaan membebaskan budak, dan dosa bagi mereka yang berbuat kejam kepadanya.
Ternyata, khutbah itu banyak mendapat sambutan spontan dari para pemilik budak. Mereka bergegas membebaskan budak-budak mereka. Mereka berharap mendapatkana ganjaran yang besar dari Allah swt.

Tetapi peristiwa ini tidak membuat para budak berterima kasih. Justru mereka memprotes Hasan Al Bashari karena khutbah ini disampaikan jauh hari setelah pengaduan mereka.
Mereka berkata, “Semula kami datang menyampaikan ikhwal kami ke sini dengan harapan Tuan cepat-cepat menyampaikan khutbah Jum’at yang kami minta, karena kami dan rekan-rekan membutuhkan penyelesaian yang tepat.

Imam Hasan Al Bashari menjawab, “Tahukan kamu mengapa aku menunda khutbah Jum’atku itu ?”

“Allahu a’lam” jawab mereka.
“Aku menunda pembicaraan tentang pembebasan budak, karena aku belum mempunyai uang untuk membeli budak. Setelah Allah swt. menganugerahiku uang untuk membeli budak, maka kemudian aku membebaskannya sesuai dengan tema pembicaraanku di dalam khutbah Jum’at itu. Barulah kemudian aku memerintahkan orang lain untuk membebaskan budak mereka.

Kaum muslimin akan menyambut seruan Allah Rabbul ‘Alamin jika mereka melihat pembicaraan dan perbuatanku sejalan
."


sumber tulisan
sumber gambar
Continue reading

thumb2

Saat Sampai di Thaifmu, Istirahatlah Sejenak Pada Kisah Ini

- - Majalah AlFirdaus


Jalan dakwah adalah jalan yang sejatinya sangat indah. Di penghujungnya telah dijanjikan oleh Allah begitu banya karunia kepada orang yang istiqomah di dalamnya. Namun, tak dapat dipungkiri betapa terjal dan penuh dengan tantangannya jalan ini. Dimana-mana ada halang dan rintangan, baik dari dalam diri, maupun dari luar.


Kadang kita sakit hati saat menyaksikan kegiatan keagamaan yang begitu sepi pengunjung, sementara konser music dan acara sejenis lainnya dipehunuhi oleh banyak orang. Kadang kita harus menerima pil pahit saat ada saja orang yang menyakiti hati karena menganggap apa yang kita lakukan tidak lagi sesuai dengan jaman dan tidak berarti. Tak jarang kita harus meneguhkan diri diantara orang-orang yang seolah tidak mau mengerti dan bahkan memicingkan mata dengan ejekan karena penampilan kita yang dianggap asing.


Namun, sesungguhnya kita sudah benar-benar tahu bahwa hal ini bukan pertama kita yang mengalami. Jauh sebelum kita, bahkan manusia paling mulia-pun mengalami hal yang mungkin jauh lebih menyakitkan lagi…


Pada bulan Syawwal tahun ke-10 dari kenabian atau tepatnya pada penghujung bulan Mei atau Juni tahun 619 M Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam keluar menuju Thaif yang letaknya sekitar 60 mil dari kota Mekkah. Beliau datang dan pergi kesana dengan berjalan kaki, didampingi budak beliau (ketika itu), Zaid bin Hâritsah. Setiap melewati perkampungan sebuah kabilah, beliau mengajak mereka kepada Islam namun tidak satupun yang memberikan responsnya. Tatkala tiba di Thaif, beliau mendekati tiga orang bersaudara yang merupakan para pemuka kabilah Tsaqîf. Mereka masing-masing bernama ‘Abd Yalail, Mas’ud dan Habib. Ayah mereka bernama ‘Amru bin ‘Umair at-Tsaqafiy. Beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam duduk-duduk bersama mereka sembari mengajak mereka kepada Allah Ta’ala dan membela Islam.


Salah seorang dari mereka berkata: “Jika Allah benar-benar mengutusmu, maka Dia akan merobek-robek pakaian ka’bah”. Yang seorang lagi berkata: “apakah Allah tidak menemukan orang lain selain dirimu?” Orang terakhir berkata: “Demi Allah! Aku sekali-kali tidak akan mau berbicara denganmu! Jika memang engkau seorang Rasul tentu engkau adalah bahaya besar bila aku menjawab pertanyaanmu dan jika engkau seorang pendusta terhadap Allah, maka tidak patut pula aku berbicara denganmu”.

Lalu beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam berkata kepada mereka:”Jika kalian melakukan apa yang ingin kalian lakukan, maka rahasiakanlah tentang diriku”.

Rasulullah berdiam di tengah penduduk Thaif selama sepuluh hari. Dan selama masa itu, dia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dan berbicara dengan para pemuka mereka. Sebaliknya, jawaban mereka hanyalah: “keluarlah dari negeri kami”. Mereka membiarkan beliau menjadi bulan-bulanan orang-orang iseng di kalangan mereka. Maka, tatkala beliau ingin keluar, orang-orang iseng tersebut beserta pengabdi mereka mencaci-caci dan meneriaki beliau sehingga khalayak berkumpul. Mereka menghadang beliau dengan membuat dua barisan lalu melempari beliau dengan batu dan ucapan-ucapan tak senonoh serta mengarahkannye ke urat diatas tumit beliau sehingga kedua sandal yang beliau pakai bersimbah darah.

Zaid bin Hâritsah yang bersama beliau, menjadikan dirinya sebagai perisai untuk membentengi diri beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam. Tindakan ini mengakibatkan kepalanya mengalami luka-luka sementara orang-orang tersebut terus melakukan itu hingga memaksanya berlindung ke tembok milik ‘Utbah dan Syaibah, dua orang putera Rabi’ah yang terletak 3 mil dari kota Thaif. Manakala sudah berlindung disana, merekapun meninggalkannya.

Beliau menghampiri sebuah pohon anggur lalu duduk-duduk dan berteduh di bawah naungannya menghadap ke tembok. Setelah duduk dan merasa tenang kembali, beliau berdoa dengan sebuah doa yang amat masyhur. Doa yang menunjukkan betapa hati beliau dipenuhi rasa getir dan sedih terhadap sikap keras yang dialaminya serta menyayangkan tidak adanya seorangpun yang beriman. Beliau mengadu:”Ya Allah! Sesungguhnya kepada-Mu lah aku mengadu kelemahan diriku, sedikitnya upayaku serta hinadinanya diriku di hadapan manusia, wahai Yang Paling Pengasih diantara para pengasih! Engkau adalah Rabb orang-orang yang lemah, Engkaulah Rabbku, kepada siapa lagi Engkau menyerahkan diriku? (apakah) kepada orang yang jauh tetapi bermuka masam terhadapku? Atau kepada musuh yang telah menguasai urusanku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak ambil peduli, akan tetapi ‘afiat yang Engkau anugerahkan adalah lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan perantaraan Nur wajah-Mu yang menyinari segenap kegelapan dan yang karenanya urusan dunai dan akhirat menjadi baik agar Engkau tidak turunkan murka-Mu kepadaku atau kebencian-Mu melanda diriku. Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau menjadi ridla. Tidak daya serta upaya melainkan karena-Mu”.

Kedua putra Rabi’ah yang menyaksikan hal itu menjadi tergerak rahim nya sehingga mereka memanggil seorang hamba beragama Nashrani yang mengabdi kepada mereka bernama ‘Addas sembari berkata kepadanya: “ambillah setandai anggr ini dan bawakan untuk orang tersebut”. Tatkala dia menaruhnya diantara kedua tangan Rasulullah, beliau mengulurkan tangannya untuk menerimanya sembari membaca: “bismillah”, lalu memakannya.

‘Addas berkata: “Sesungguhnya ucapan ini tidak biasa diucapkan oleh penduduk negeri ini. Lantas Rasulullah bertanya kepadanya: “kamu berasal dari negeri mana? Dan apa agamamu?”.
Dia menjawab: “Aku seorang Nashrani dari penduduk Ninawy (Nineveh)”.
Rasulullah berkata lagi: “dari negeri seorang shalih bernama Yunus bin Matta?”.
Orang tersebut berkata:” apa yang kamu ketahui tentang Yunus bin Matta?”.
Beliau menjawab: “dia adalah saudaraku, seorang yang dulunya adalah Nabi, demikian pula dengan diriku”.

‘Addas langsung merengkuh kepala Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam, kedua tangan dan kedua kakinya lalu diciuminya.

Sementara masing-masing dari kedua putera Rabi’ah, berkata salah satunya kepada yang lain: “pembantumu itu telah dibuatnya menentangmu”.

Maka, tatkala ‘Addas datang, keduanya berkata kepadanya: “celakalah dirimu! Apa yang terjadi dengan dirimu ini?”

“Wahai tuanku! Tidak ada sesuatupun di muka bumi ini yang lebih baik dari orang ini! Dia telah memberitahukan kepadaku suatu hal yang hanya diketahui oleh seorang Nabi”. Jawabnya.

“Celakalah dirimu, wahai ‘Addas! Jangan biarkan dia memalingkanmu dari agamamu sebab agamamu lebih baik dari agamanya”, kata mereka berdua.

Setelah keluar dari tembok tersebut, Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam pulang menuju Mekkah dengan perasaan getir dan sedih serta hati yang hancur lebur. Tatkala sampai di suatu tempat yang bernama Qarn al-Manâzil, Allah mengutus Jibril kepadanya bersama malaikat penjaga gunung yang menunggu perintahnya untuk meratakan al-Akhasyabain (dua gunung di Mekkah, yaitu gunung Qubais dan yang di seberangnya, Qu’ayqa’ân-red) terhadap penduduk Mekkah”.

Imam al-Bukhary meriwayatkan rincian kisah ini dengan sanadnya dari ‘Urwah bin az-Zubair bahwasanya ‘Aisyah radliallâhu 'anha bercerita kepadanya bahwa dia pernah berkata kepada Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam : “Apakah engkau menghadapi suatu hari yang lebih berat daripada perang Uhud?”.

Beliau bersabda: “Aku pernah mendapatkan perlakuan kasar dari kaummu, tetapi perlakuan mereka yang paling berat adalah pada waktu di ‘Aqabah ketika aku menawarkan diriku kepada Ibnu ‘Abd Yalail bin ‘Abd Kallal tetapi dia tidak merespons apa yang aku maui sehingga aku beranjak dari sisinya dalam kondisi bermuram muka karena sedih. Ketika itu, aku belum tersadarkan kecuali sudah di dekat tepat yang bernama Qarn ats-Tsa’âlib (sekarang disebut Qarn al-Manâzil). Waktu aku mengangkat kepalaku, tiba-tiba datang segumpal awan menaungiku, lalu aku melihat ke arahnya dan ternyata di sana ada Jibril yang memanggilku. Dia berkata: “sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan respons mereka terhadapmu. Allah telah mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan kepadanya sesuai keinginanmu terhadap mereka”.

Malaikat penjaga gunung tersebut memanggilku sembari memberi salam kepadaku, kemudian berkata: “wahai Muhammad! Hal itu terserah padamu; jika engkau menginginkan aku meratakan mereka dengan al-Akhasyabain, maka akan aku lakukan.
Nabi menjawab: “bahkan aku berharap kelak Allah memunculkan dari tulang rusuk mereka orang-orang yang menyembah Allah ‘Azza Wa Jalla semata, Yang tidak boleh disekutukan dengan sesuatupun”.

Melalui jawaban yang diberikan oleh Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam ini tampaklah sosok unik yang tiada duanya dari kepribadian dan akhlaq beliau yang demikian agung yang sulit untuk diselami.


Maraji': Sirah Nabawiyah

sumber gambar
Continue reading

Followers

Subscribe via Email

Enter your email address:

Cara Kirim Tulisan

Redaksi menerima tulisan dari pembaca. Yang tulisannya dimuat, Insya Allah akan mendapat imbalan. Tulisan yang masuk akan menjadi milik redaksi dan tidak dikembalikan. Jangan lupa sertakan biodata singkat di akhir tulisan. Berminat? Silakan kirimkan tulisan via email ke redaksialfirdaus@yahoo.com