Aisyah. Sebuah nama yang mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Mungkin shohib AF punya teman bernama Aisyah? Atau adik perempuan dengan nama yang sama? Ataupun kamu sendiri yang kerap dipanggil Aisyah?
Yah, sebuah hal yang lumrah saat nama ini banyak digunakan orang. Baik sebagai nama yang dilekatkan padanya sejak lahir, ataupun sebagai nama ‘hijrah’ yang dengannya membuat penyandang nama ini terus termotivasi untuk bisa meneladani sifat Aisyah ‘yang sebenarnya’. Hmm…, yuk kita kenal lebih dekat dengan Aisyah…
Dialah ‘Aisyah bintu Abi Bakr ‘Abdillah bin Abi Quhafah ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay al-Qurasyiyyah at-Taimiyyah al-Makkiyyah. Seorang wanita mulia yang memadukan kecantikan, kematangan kepribadian, dan kecerdasan dalam satu sosok. Beliau lahir di Mekkah, 614 Masehi, delapan tahun sebelum permulaan zaman Hijrah. Ia dididik dengan cahaya keislaman yang kental, mengingat ayahnya Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu Anha merupakan sahabat yang paling dicintai Rasulullah Shalallalhu alaihi wa sallam yang juga memiliki catatan emas dalam dunia Islam.
Aisyah dipersunting menjadi istri ketiga Rasulullah setelah Khadijah dan Saudah pada saat beliau baru menginjak umur enam tahun. Pernikahan mulia tersebut berdasarkan perintah Allah melalui sebuah wahyu yang diterima Rasulullah melalui mimpinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan mimpi beliau kepada ‘Aisyah :”Aku melihatmu dalam mimpiku selama tiga malam, ketika itu datang bersamamu malaikat yang berkata : ini adalah istrimu. Lalu aku singkap tirai yang menyembunyikan wajahmu , lalu aku berkata sesungguhnya hal itu telah ditetapkan di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘alaihi dari ‘Aisyah radilayallahu ‘anha)
Pesona Ilmu Aisyah
Belajar ilmu syar’i atau mengetahui ilmu syar’i merupakan sebuah keberuntungan. Betapa tidak, Rasulullah Shallallhu Alaihi wa Sallam tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu, tentu saja yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Siapa yang memperolehnya, sungguh ia merupakan manusia yang mulia.
Begitulah yang ditunjukkan oleh Aisyah. Wanita teladan yang telah ikut dalam mengharumkan nama Islam ini akan tetap dikenang sejarah sepanjang masa. Kekuatan akan dan kecerdasannya melalui ilmu yang dimilikinya merupakan hasil dari tarbyah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam semasa hidupnya.
Kamarnya yang menempel pada masjid memberikan kesempatan baginya untuk mendengarkan semua ilmu, kuliah, dan diskusi yang disampaikan langsung oleh Rasulullah kepada para shahabatnya. Ia pun mengingat pertanyaan yang dilontarkan oleh para wanita pada jamannya dan menghapal jawaban-jawaban Rasulullah atas pertanyaan tersebut. Tak heran, jika salah satu ummahatul mukminin (ibunya orang-orang yang beriman- sebutan bagi istri-istri Rasulullah) ini menghapal hingga ribuan hadits.
Tak hanya itu saja, Aisyah juga terkenal dalam keahliannya dalam ilmu faraid (warisan), fiqih, dan bahkan ilmu kesehatan dan obat-obatan. Urwah bin Zubair putra Asma binti Abu Bakar bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha :” Wahai bibi, dari mana bibi mempelajari ilmu kesehatan?.” Aisyah menjawab:”Ketika aku sakit, orang lain mengobatiku, dan ketika orang lain sakit aku pun mengobatinya dengan sesuatu. Selain itu, aku mendengar dari orang lain, lalu aku menghafalnya.”
Pesona Kesucian Aisyah
“ Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapatkan balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa diantara mereka mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).” (QS. An Nuur [24]:11)
Ayat di atas adalah ayat pembuka dari sepuluh ayat dalam Surah An Nuur yang diturunkan untuk menghapuskan fitnah yang menimpa Humairah, sapaan sayang Rasulullah pada Aisyah.
Pada saat itu, rombongan kaum muslimin baru saja pulang dari perang melawan Bani Musthaliq. Aisyah pun turut serta dalam rombongan tersebut. Nah, pada saat rombongan berhenti untuk beristirahat, Aisyah pergi untuk menunaikan hajatnya. Pada saat itu, qadarallah, beliau kehilangan kalungnya. Maka kembalilah Aisyah untuk mencari kalungnya tersebut, hingga tanpa sadar ia telah ditinggalkan oleh rombongannya.
Lalu Aisyah pun memutuskan untuk tetap tinggal di tempatnya tersebut dengan harapan seseorang akan menyadari ketidakberadaannya di tengah rombongan sehingga akan kembali untuk menjemputnya. Dalam penantiannya itu, ia tertidur. Hingga kemudian muncullah Shafwan ibnul Mu’atthal yang juga tertinggal dari rombongan Rasulullah.
Saat pertama kali mendapati sosok Aisyah, Shafwan hanya dapat beristirja’, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un…” Hingga Aisyah mendengar suaranya, lalu beliau terbangun. Selanjutnya, dengan penuh kesopanan dan tanpa mengucapkan sepatah katapun, Shafwan mempersilakan Aisyah untuk naik ke tunggangannya dan menuntunnya hingga kembali bertemu dengan rombongannya.
Peristiwa ini lalu dijadikan celah oleh musuh-musuh Islam saat itu untuk melakukan fitnah yang keji atas Aisyah. Adalah ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh munafikin yang memprakarsai berita dusta tersebut. Hingga akhirnya, terlihatlah betapa keutamaan Aisyah nampak nyata saat Allah sendiri yang mengklarifikasi berita tersebut dan menenangkan hati Rasulullah yang ikut terusik dengan berita itu. Maka kembalilah nama baik Aisyah Radhiyallahu anha dengan tazkiyah langsung dari langit, oleh Rabbnya.
Pesona Kedermawanan Aisyah
Ia tak hanya seorang wanita cerdas yang senantiasa menjaga kesucianya. Aisyah pun terkenal dengan kedermawanannya yang tidak pernah menyimpan hartanya hingga keesokan harinya, melainkan membagi-bagikannya pada fakir miskin. Kedudukannya sebagai seorang isrtri dari Rasul yang mulia tidak menjadikan Aisyah hidup dalam gelimang harta, perhiasan yang banyak, ataupun makanan yang melimpah. Sejak Rasulullah masih hidup, beliau telah terbiasa hidup tanpa nyala api tungku untuk memasak, lalu cukup bersyukur dengan menikmati air dan kurma saja. Sepeninggal Rasulullah, beliau bahkan pernah menginfakkan sekantung uang sejumlah satu lakh dirham sebelum beliau berbuka puasa dan tidak meninggalkan sedikitpun untuk dirinya.
Hingga Pada Akhirnya…
Aisyah Radhiyallahu anha menjalani hari-harinya dengan Rasulullah hingga beliau Shallallhu alaihi wa sallam wafat. Sepuluh tahun tersebut beliau lalui dengan mengambil peranan tersendiri dalam mendukung Rasulullah untuk mencapai kejayaan kaum muslimin. Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir di atas pangkuan Aisyah di rumah Aisyah pula tanpa meninggalkan harta sedikitpun.
Namun, harta tidak lagi mejadi penting dibandingkan lautan ilmu yang ada pada diri Aisyah hasil didikan langsung Rasulullah. Lalu, 47 tahun kemudian, Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan napas yang terakhir pada 17 Ramadhan 58 Hijriah. Kepergian Aisyah untuk selamanya membawa duka yang mendalam bagi seluruh kaum muslimin. Namun, ilmu yang beliau ajarkan tidak akan lekang oleh jaman dan akan terus menjadi cahaya yang tak akan pernah redup sinarnya! (AR)
gambar:http://www.allbestpictures.com/wallpapers/flowers/image/a_red_rose_for_you.jpg
Yah, sebuah hal yang lumrah saat nama ini banyak digunakan orang. Baik sebagai nama yang dilekatkan padanya sejak lahir, ataupun sebagai nama ‘hijrah’ yang dengannya membuat penyandang nama ini terus termotivasi untuk bisa meneladani sifat Aisyah ‘yang sebenarnya’. Hmm…, yuk kita kenal lebih dekat dengan Aisyah…
Dialah ‘Aisyah bintu Abi Bakr ‘Abdillah bin Abi Quhafah ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay al-Qurasyiyyah at-Taimiyyah al-Makkiyyah. Seorang wanita mulia yang memadukan kecantikan, kematangan kepribadian, dan kecerdasan dalam satu sosok. Beliau lahir di Mekkah, 614 Masehi, delapan tahun sebelum permulaan zaman Hijrah. Ia dididik dengan cahaya keislaman yang kental, mengingat ayahnya Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu Anha merupakan sahabat yang paling dicintai Rasulullah Shalallalhu alaihi wa sallam yang juga memiliki catatan emas dalam dunia Islam.
Aisyah dipersunting menjadi istri ketiga Rasulullah setelah Khadijah dan Saudah pada saat beliau baru menginjak umur enam tahun. Pernikahan mulia tersebut berdasarkan perintah Allah melalui sebuah wahyu yang diterima Rasulullah melalui mimpinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan mimpi beliau kepada ‘Aisyah :”Aku melihatmu dalam mimpiku selama tiga malam, ketika itu datang bersamamu malaikat yang berkata : ini adalah istrimu. Lalu aku singkap tirai yang menyembunyikan wajahmu , lalu aku berkata sesungguhnya hal itu telah ditetapkan di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘alaihi dari ‘Aisyah radilayallahu ‘anha)
Pesona Ilmu Aisyah
Belajar ilmu syar’i atau mengetahui ilmu syar’i merupakan sebuah keberuntungan. Betapa tidak, Rasulullah Shallallhu Alaihi wa Sallam tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu, tentu saja yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Siapa yang memperolehnya, sungguh ia merupakan manusia yang mulia.
Begitulah yang ditunjukkan oleh Aisyah. Wanita teladan yang telah ikut dalam mengharumkan nama Islam ini akan tetap dikenang sejarah sepanjang masa. Kekuatan akan dan kecerdasannya melalui ilmu yang dimilikinya merupakan hasil dari tarbyah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam semasa hidupnya.
Kamarnya yang menempel pada masjid memberikan kesempatan baginya untuk mendengarkan semua ilmu, kuliah, dan diskusi yang disampaikan langsung oleh Rasulullah kepada para shahabatnya. Ia pun mengingat pertanyaan yang dilontarkan oleh para wanita pada jamannya dan menghapal jawaban-jawaban Rasulullah atas pertanyaan tersebut. Tak heran, jika salah satu ummahatul mukminin (ibunya orang-orang yang beriman- sebutan bagi istri-istri Rasulullah) ini menghapal hingga ribuan hadits.
Tak hanya itu saja, Aisyah juga terkenal dalam keahliannya dalam ilmu faraid (warisan), fiqih, dan bahkan ilmu kesehatan dan obat-obatan. Urwah bin Zubair putra Asma binti Abu Bakar bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha :” Wahai bibi, dari mana bibi mempelajari ilmu kesehatan?.” Aisyah menjawab:”Ketika aku sakit, orang lain mengobatiku, dan ketika orang lain sakit aku pun mengobatinya dengan sesuatu. Selain itu, aku mendengar dari orang lain, lalu aku menghafalnya.”
Pesona Kesucian Aisyah
“ Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapatkan balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa diantara mereka mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).” (QS. An Nuur [24]:11)
Ayat di atas adalah ayat pembuka dari sepuluh ayat dalam Surah An Nuur yang diturunkan untuk menghapuskan fitnah yang menimpa Humairah, sapaan sayang Rasulullah pada Aisyah.
Pada saat itu, rombongan kaum muslimin baru saja pulang dari perang melawan Bani Musthaliq. Aisyah pun turut serta dalam rombongan tersebut. Nah, pada saat rombongan berhenti untuk beristirahat, Aisyah pergi untuk menunaikan hajatnya. Pada saat itu, qadarallah, beliau kehilangan kalungnya. Maka kembalilah Aisyah untuk mencari kalungnya tersebut, hingga tanpa sadar ia telah ditinggalkan oleh rombongannya.
Lalu Aisyah pun memutuskan untuk tetap tinggal di tempatnya tersebut dengan harapan seseorang akan menyadari ketidakberadaannya di tengah rombongan sehingga akan kembali untuk menjemputnya. Dalam penantiannya itu, ia tertidur. Hingga kemudian muncullah Shafwan ibnul Mu’atthal yang juga tertinggal dari rombongan Rasulullah.
Saat pertama kali mendapati sosok Aisyah, Shafwan hanya dapat beristirja’, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un…” Hingga Aisyah mendengar suaranya, lalu beliau terbangun. Selanjutnya, dengan penuh kesopanan dan tanpa mengucapkan sepatah katapun, Shafwan mempersilakan Aisyah untuk naik ke tunggangannya dan menuntunnya hingga kembali bertemu dengan rombongannya.
Peristiwa ini lalu dijadikan celah oleh musuh-musuh Islam saat itu untuk melakukan fitnah yang keji atas Aisyah. Adalah ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh munafikin yang memprakarsai berita dusta tersebut. Hingga akhirnya, terlihatlah betapa keutamaan Aisyah nampak nyata saat Allah sendiri yang mengklarifikasi berita tersebut dan menenangkan hati Rasulullah yang ikut terusik dengan berita itu. Maka kembalilah nama baik Aisyah Radhiyallahu anha dengan tazkiyah langsung dari langit, oleh Rabbnya.
Pesona Kedermawanan Aisyah
Ia tak hanya seorang wanita cerdas yang senantiasa menjaga kesucianya. Aisyah pun terkenal dengan kedermawanannya yang tidak pernah menyimpan hartanya hingga keesokan harinya, melainkan membagi-bagikannya pada fakir miskin. Kedudukannya sebagai seorang isrtri dari Rasul yang mulia tidak menjadikan Aisyah hidup dalam gelimang harta, perhiasan yang banyak, ataupun makanan yang melimpah. Sejak Rasulullah masih hidup, beliau telah terbiasa hidup tanpa nyala api tungku untuk memasak, lalu cukup bersyukur dengan menikmati air dan kurma saja. Sepeninggal Rasulullah, beliau bahkan pernah menginfakkan sekantung uang sejumlah satu lakh dirham sebelum beliau berbuka puasa dan tidak meninggalkan sedikitpun untuk dirinya.
Hingga Pada Akhirnya…
Aisyah Radhiyallahu anha menjalani hari-harinya dengan Rasulullah hingga beliau Shallallhu alaihi wa sallam wafat. Sepuluh tahun tersebut beliau lalui dengan mengambil peranan tersendiri dalam mendukung Rasulullah untuk mencapai kejayaan kaum muslimin. Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir di atas pangkuan Aisyah di rumah Aisyah pula tanpa meninggalkan harta sedikitpun.
Namun, harta tidak lagi mejadi penting dibandingkan lautan ilmu yang ada pada diri Aisyah hasil didikan langsung Rasulullah. Lalu, 47 tahun kemudian, Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan napas yang terakhir pada 17 Ramadhan 58 Hijriah. Kepergian Aisyah untuk selamanya membawa duka yang mendalam bagi seluruh kaum muslimin. Namun, ilmu yang beliau ajarkan tidak akan lekang oleh jaman dan akan terus menjadi cahaya yang tak akan pernah redup sinarnya! (AR)
gambar:http://www.allbestpictures.com/wallpapers/flowers/image/a_red_rose_for_you.jpg
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar!