INSPIRASISEMANGAT MUSLIM MUDA
Syarah Hadits Halal, Haram dan Syubhat
- - Majalah AlFirdaus
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Teman-teman, izinkan saya share tentang syarah (pembahasan) salah
satu hadits dari Kitabul Jami' pada Bab 3. Materinya
disampaikan oleh Dr.
An Nuurah (seorang
dosen wanita dari Timur Tengah) dalam sebuah kesempatan muhadharah.
Hadits yang dibahas ada dalam Kitabul Jami', salah satu bagian dari Kitab
Bulughul Maram oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani. Pada Bab 3 hadits
pertama. Kita simak haditsnya dulu ya.
Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya
perkara yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada
perkara-perkara yang samar (syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia.
Barangsiapa yang menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri
untuk agama dan kehormatannya.Dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti
dia terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan
(binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk
menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa
setiap raja memiliki daerah terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik
Allah adalah perkara-perkara yang haram. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada
segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh tubuh dan jika buruk
menjadi buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah
bahwa itu adalah jantung.”
(Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Pada dasarnya, Allah telah menyempurnakan agama ini (Lihat QS. 5 ayat 3),
dan Rasulullah Shallalahu '‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya dengan jelas
dalam hadist berikut.
“Perkara agama ini sudah sangat jelas, malamnya seterang
siangnya.”
(Lihat: HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan Hakim).
Maka tidak akan sesat, kecuali orang-orang yang tersesat.
Lalu
mengapa ada orang-orang yang menganggap suatu perkara sebagai syubhat (samar-samar)
baginya? Mengapa
pula kadang ada perkara yang ulama berbeda pendapat atasnya?
Ada
beberapa hal yang
menyebabkan perbedaan pendapat ini, di antaranya adalah
[1]
Sampainya dalil pada seorang ulama,dan tidak sampai pada ulama lainnya.
Hal ini menyebabkan perbedaan pandangan. Ini
terjadi di masa lalu, saat ketersebaran kitab-kitab yang dituliskan tidak
semudah saat ini.
[2] Terdapat 2 dalil, yakni halal dan haram, sementara belum sampai padanya
tentang ilmu nasakh dan mansukh. Misalnya tentang adanya dalil tentang larangan
ziarah kubur,lalu ada dalil lain yang datang kemudian, yang menghapuskan
larangan ini. Tidak sampainya dalil bahwa dalil sebelumnya sudah dihapuskan, dapat
menyebabkan perbedaan pendapat dalam hal ini.
[3] Adanya dalil yang bersifat
umum, sehingga para ulama berbeda dalam
memahaminya.
[4] Adanya perintah dan larangan
dari Rasulullah Shallallahu 'alahi wa sallam, terkadang suatu larangan dimaknai sebagai hal yang 'haram' namun ada pula yang
menganggapnya
hanya bersifat makruh. Begitupula dengan perintah, kadang shahabat memahaminya sebagai wajib dan yang lain
menganggap tidak. Maka saat menghadapi perkara
seperti ini, perlu bagi kita untuk
berilmu mengenai mana perkara yang paling benar dan kuat landasannya. Imam Ahmad menjelaskan bahwa syubhat adalah sesuatu yang
berada
di antara
halal dan haram.
Makna
perkataan “Kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya” adalah
bahwa sebagian besar manusia tidak dapat menentukan apakah perkara
tersebut. Apakah perkara tersebut halal
atau haram. Namun tetap ada manusia yang
mengetahui halal/haramnya
perkara tersebut karena ia berilmu. Maka saat seseorang berilmu,
baginya perkara tersebut tidak lagi bersifat syubhat (samar), meski kebanyakan orang menganggapnya demikian.
Ada
beberapa jenis manusia dalam menghadapi perkara syubhat ini. Berikut penjelasannya :
PERTAMA; manusia yang berilmu tentang perkara tersebut, sehingga baginya,
hal itu bukan lagi termasuk syubhat. Masya Allah, mari berilmu!
KEDUA; Manusia yang tidak berilmu tentangnya, baginya perkara itu bersifat
samar (syubhat), maka
ia memilih untuk meninggalkannya. Orang-orang yang meninggalkan
perkara tersebut telah menjaga agama dan kehormatannya, karena khawatir terjatuh pada
perkara yang haram.
KETIGA;
Manusia yang terjatuh pada perkara yang syubhat itu, jenis yang ketiga ini terbagi
lagi menjadi 3 kelompok.
(a) Perkara itu sebenarnya telah jelas bagi dirinya (bukan syubhat), namun
masih merupakan perkara syubhat bagi orang lain. Maka dalam hal ini ia
menjelaskan perkara tersebut pada orang lain agar tidak menyebabkan
kesalahpahaman.
Pada poin ini diberikan contoh tentang kisah Rasulullah
Shallalahu '‘alaihi wa sallam yang suatu malam sedang beri'tikaf di masjid. Lalu
pada malam itu,datanglah istri beliau, Shafiyyah Radhiyallahu 'anha, ke masjid tersebut,
lalu keduanya jalan beriringan. Shafiyyah menggunakan niqab menutupi
wajahnya,sehingga beliau hanya dikenali oleh Rasulullah Shallalahu ‘‘alaihi wa sallam.
Sementara kala itu, ada dua shahabat lain yang
menyaksikan keduanya jalan berdua tanpa
mengetahui siapa wanita tersebut. Maka
Rasulullah Shallalahu ‘‘alaihi wa sallam langsung menjelaskan pada kedua
shahabat itu bahwa yang beliau temani tersebut adalah Shafiyyah, istrinya.
Tentu,
shahabat tidak mungkin berprasangka buruk pada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa
sallam, kan? Tanpa dijelaskan apa-apa pun, mereka pasti tidak akan berpikir
yang bukan-bukan. Namun kenapa Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam tetap
jelaskan? Ya, sebab meski perkara itu bukanlah syubhat bagi dirinya, namun bisa
saja menjadi keraguan pada diri orang lain yang melihatnya. Sebab
syaithan mengalir pada pembuluh darah manusia, dan siap membisikkan prasangka
kapan saja, maka cegahlah!
Ini
bukan tentang takutnya kita pada pendapat manusia, atau sibuknya kita agar
selalu terlihat sempurna. Bukan! Ini adalah sebuah cara untuk mencegah fitnah,
sebab kadang asap pun muncul meski tak ada api. Nah! Maka semoga Allah rahmati kita, dan menghitungnya sebagai
sedekah, sebab usaha kita untuk mencegah orang lain dari ghibah tentang kita.
[b] Manusia yang menganggap sebuah perkara sebagai syubhat,
lalu ia bertanya pada ulama tentang fatwa tersebut sehingga jelaslah kehalalan
perkara itu.
[c] Manusia yang menganggap suatu
perkara syubhat, lalu ia terjatuh padanya, tidak memperhatikannya,tidak
menjaga agama dan kehormatannya.
Nah, dengan demikian, sebenarnya perkara syubhat ada 2 kemungkinan, bisa
saja dia sebenarnya haram, tapi bisa jadi pula halal. Lalu kenapa dalam hadits
ini dikatakan bahwa orang yang mengerjakan syubhat akan
jatuh-pada-perkara-haram, padahal masih ada kemungkinan halal?
Di situlah letak kehati-hatian itu! Sebab orang-orang yang terbiasa
mengerjakan perkara yang belum jelas baginya akan terbiasa melakukan hal yang
sama terus menerus, saat hadapi perkara syubhat, ia kerjakan saja, tanpa ada perhatian untuk berilmu. Jika sudah terbiasa begitu, maka lama kelamaan ia akan
terjatuh pada perkara yang haram itu. Makanya lebih
baik kita berhati=hati.
Di
sisi lain, tidak ada satu
makhluk pun di dunia ini yang bisa mengetahui isi hati manusia lainnya. Maka kita harus bisa jujur pada hati kita sendiri, apakah
suatu perkara benar-benar syubhat dan belum jelas bagi kita, atau sebenarnya sudah
jelas. Misal pula, ada seseorang yang melakukan perbuatan yang salah.
Contohnya,
orang yang minta didoakan oleh mayat orang shalih yang sudah dikubur. Itu kan tidak boleh. Sehingga tentang orang ini, kita tidak tahu apakah di
dalam hati ia sebenarnya mengerti bahwa hal ini tidak boleh dilakukan ataukah,
sebenarnya ia tidak tahu, tidak berilmu tentang hal itu, sehingga ia
melakukannya, padahal itu syubhat baginya. Makanya, kita tidak boleh menghukumi
PELAKU-nya sebagai kafir, namun ia telah melakukan perbuatan syirik. Sebab,
kita tidak tahu bagaimana isi hati seseorang.
Maka, menjaga diri dari syubhat
adalah dengan dekatkan diri kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Sebab,
Allah tidak melihat pada fisik kita tapi pada hati kita, dan
kebeningan hati bisa didapatkan dengan
menghindari perkara yang syubhat.
Meninggalkan syubhat akan menjaga agama (hubungan dengan Allah) dan
kehormatan kita (pandangan manusia). Perkara yang samar-samar ini memang akan
kerap kita temui, sebab dunia memang tempatnya manusia diuji.
Ujian (fitnah) akan datang serupa helaian-helaian bambu yang menyusun sebuah
tikar. Ia akan datang satu persatu, tidak sekaligus, sehingga Allah akan melihat
bagaimana kita menyikapi dan
menghadapi ujian tersebut. Ujian
itu bisa datang dalam bentuk hal-hal
yang baik (kenikmatan), maupun
yang buruk (kesusahan). Maka
saat kita tidak bisa lolos dari satu
ujian itu, akan muncullan satu noda hitam di hati kita. Naudzubillah min dzalik.
Sebaliknya,
orang yang bisa menghadapi ujian dengan benar, maka akan ada titik cahaya
pada hatinya. Hati yang dipenuhi titik-titik
hitam akan menjadi buram, gelap, dan tidak dapat terima kebenaran, salah satu
sebabnya adalah seringnya ia terjatuh pada perkara syubhat. Dan hati yang terjaga dari
fitnah, akan bercahaya,tidak terpengaruh saat ujian yang lainnya datang. Hati yang
terjaga ini, akan membuat anggota tubuh lainnya juga terjaga dan mudah lakukan
kebaikan. Hati akan mendapatkan kekuatan dari membaca
Al Qur'an, dzikrullah, shalawat, dan ketaatan lainnya kepada Allah.
Maka
meninggalkan perkara syubhat sebenarnya adalah urusan kita kepada Allah, adakah
kita telah jujur-hati dalam menghadapinya?
Alhamdulillah,
demikian teman-teman,
semoga kita semua bisa terhindar dari perkara syubhat
dan terus berusaha menambah ilmu agama kita.
Semoga Allah mudahkan kita dalam berketaatan, dan mudahkan kita dalam
hindarkan diri dari perkara yang haram pun yang syubhat.
Semoga Allah berikan keberkahan pada Ustadzah Dr. An Nuurah yang telah
jauh-jauh datang ke Indonesia untuk menyampaikan ilmunya.
Jazakumullahu
khairan untuk yang sudah menyimak, mohon koreksinya pada kekhilafan yang ada. Semoga
bermanfaat. (Ar/Ay)
Penataran Seputar Ramadhan 1434 Hijriyah
- - Majalah AlFirdaus
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Wahai Kaum Muslimin, Hidupkan Ramadhanmu!
Mau tahu bagaimana caranya?
Ikuti PENATARAN SEPUTAR RAMADHAN 1434 H.
Hari Sabtu - Ahad, 29 - 30 Juni 2013.
Pukul 08:00 - 17.00 WITA.
Di Masjid Kampus Universitas Hasanuddin.
Kontribusi Peserta :
Rp 40.000,- (Umum)
Rp 30.000,- (Mahasiswa/Pelajar)
Presented By LIDMI, Ummat TV, Makkah AM.
Manusia, Hidupmu untuk Apa?
- - Majalah AlFirdaus
Bismillaahirrahmaanirrahiim
sebuah kisah bercerita dari langit
saat manusia di cipta
dan bertanyalah para malaikat
untuk apa, Ya Allah?
Awal mula manusia, nenek moyang kita diciptakan dari tanah. Benda yang letaknya di bawah, lebih sering diinjak-injak, dan terkadang tidak begitu diperhatikan keberadaannya. Dari sanalah manusia terus berkembang biak hingga menjadi berbagai suku dan bangsa yang tersebar di seluruh permukaan bumi Allah. Tiap anak manusia lahir tanpa membawa apapun, bahkan sehelai benang sekalipun. Dengan bermodalkan potensi yang dititipkan Allah, manusia hidup dari hari ke hari dan terus tumbuh dan berkembang hingga menjadi sosok-sosoknya yang ‘lebih nyata’ saat ini. Dan manusia itu bukan siapa-siapa. Manusia itu adalah kita!
Dalam perjalanan kehidupan, seringkali kita terlampau sibuk dengan perputaran waktu dan segala aktivitas dunia yang menyita seluruh kehidupan kita. Ibadah kita lewati hanya sebagai ritual keseharian yang tak jauh dari upaya pengguguran kewajiban saja. Kita kadang tertipu dengan jasad yang nampak baik-baik saja dan seolah lupa bahwa ruhiyah kita juga butuh diberi waktu sejenak untuk dimanjakan.
Maka cobalah duduk barang sesaat saja. Nikmati keheningan yang membelai diri kita dengan lembutnya. Lalu tanyakanlah kepada diri ini; untuk apa sebenarnya hidup kita lalui? Apakah untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya? Atau untuk meraih prestasi dunia setinggi-tingginya? Ataukah agar mendapatkan jabatan yang paling nyaman kursinya? Lalu apakah hidup ini hanya akan terhenti di situ saja. Terhenti pada titik saat jantung kita berhenti berdegup. Saat paru-paru kita tak lagi dialiri udara. Atau saat aliran darah kita berhenti mengalir pada pembuluhnya? Apakah saat hidup kita berakhir maka segalanyapun akan berakhir secara paripurna?
Tentu sebagai seorang beriman yang mengimani hari akhir, kita pasti meyakini akan adanya kehidupan sesudah kematian; kehidupan akhirat yang tidak ada akhirnya! Dan segala yang telah kita perbuat di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya. Lalu dengan segala pengetahuan tentang itu, adakah kita rela hanya melewati hidup tanpa benar-benar tahu untuk apa sebenanya ia kita lalui?
Maka cobalah simak kembali perkataanNya yang telah abadi dalam kitab suci,
“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku”
(Terjemahan QS. Adz-Dzariyat [51]:56)
Ya, untuk beribadah! Maka itulah kata kunci sesungguhnya untuk apa kita hidup di dunia. Untuk menjadikan setiap sendi kehidupan kita sebagai nilai ibadah yang merupakan tujuan penciptaan kita sejak semula!
Lalu lihatlah perangkat-perangkat yang telah Allah cipta untuk kita pada setiap centi dari tubuh kita. Semuanya adalah rangkaian penciptaan yang sangat sempurna yang menopang kehidupan kita untuk dapat berjalan di atas muka bumi ini tanpa kekurangan satu apapun.
Oksigen yang telah diberikanNya secara gratis, sinar matahari, dedaunan hijau yang mencipta udara sejuk, lautan yang membentang luas sejauh mata memandang, langit biru yang sesekali menurunkan berkah lewat bulir hujan, binatang yang hidup berdampingan dengan manusia, dan segala fasilitas lainnya yang tersedia secara gratis, yang dicipta Allah untuk makhluk bernama manusia!
Atas segala kenikmatan dan keberkahan tersebut, kadang lagi-lagi kita lupa menyiapkan waktu untuk memaknainya sejenak. Untuk mensyukurinya dalam setiap detik kehidupan kita. Kita malah terkadang hanya dapat menyemburkan keluhan atas sedikit saja uji dan coba yang dijadikan Allah sebagai parameter keimanan kita. Kita bahkan mengeluh saat telah nampak dengan nyata berbagai macam nikmat besar yang Allah berikan secara cuma-cuma
Pandanglah dirimu dengan tubuh yang sempurna, senyuman yang manis, mata yang berbinar, langkah yang mantap, dan dapatilah bahwa atas segala kenikmatan ini, kita tak akan pernah bisa berpaling!
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
(Terjemahan QS Ar Rahman [55]:16)
Aisyah, Cahaya Ilmu dalam Kesucian dan Kedermawanan
- - Majalah AlFirdaus
Aisyah. Sebuah nama yang mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Mungkin shohib AF punya teman bernama Aisyah? Atau adik perempuan dengan nama yang sama? Ataupun kamu sendiri yang kerap dipanggil Aisyah?
Yah, sebuah hal yang lumrah saat nama ini banyak digunakan orang. Baik sebagai nama yang dilekatkan padanya sejak lahir, ataupun sebagai nama ‘hijrah’ yang dengannya membuat penyandang nama ini terus termotivasi untuk bisa meneladani sifat Aisyah ‘yang sebenarnya’. Hmm…, yuk kita kenal lebih dekat dengan Aisyah…
Dialah ‘Aisyah bintu Abi Bakr ‘Abdillah bin Abi Quhafah ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay al-Qurasyiyyah at-Taimiyyah al-Makkiyyah. Seorang wanita mulia yang memadukan kecantikan, kematangan kepribadian, dan kecerdasan dalam satu sosok. Beliau lahir di Mekkah, 614 Masehi, delapan tahun sebelum permulaan zaman Hijrah. Ia dididik dengan cahaya keislaman yang kental, mengingat ayahnya Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu Anha merupakan sahabat yang paling dicintai Rasulullah Shalallalhu alaihi wa sallam yang juga memiliki catatan emas dalam dunia Islam.
Aisyah dipersunting menjadi istri ketiga Rasulullah setelah Khadijah dan Saudah pada saat beliau baru menginjak umur enam tahun. Pernikahan mulia tersebut berdasarkan perintah Allah melalui sebuah wahyu yang diterima Rasulullah melalui mimpinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan mimpi beliau kepada ‘Aisyah :”Aku melihatmu dalam mimpiku selama tiga malam, ketika itu datang bersamamu malaikat yang berkata : ini adalah istrimu. Lalu aku singkap tirai yang menyembunyikan wajahmu , lalu aku berkata sesungguhnya hal itu telah ditetapkan di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘alaihi dari ‘Aisyah radilayallahu ‘anha)
Pesona Ilmu Aisyah
Belajar ilmu syar’i atau mengetahui ilmu syar’i merupakan sebuah keberuntungan. Betapa tidak, Rasulullah Shallallhu Alaihi wa Sallam tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu, tentu saja yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Siapa yang memperolehnya, sungguh ia merupakan manusia yang mulia.
Begitulah yang ditunjukkan oleh Aisyah. Wanita teladan yang telah ikut dalam mengharumkan nama Islam ini akan tetap dikenang sejarah sepanjang masa. Kekuatan akan dan kecerdasannya melalui ilmu yang dimilikinya merupakan hasil dari tarbyah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam semasa hidupnya.
Kamarnya yang menempel pada masjid memberikan kesempatan baginya untuk mendengarkan semua ilmu, kuliah, dan diskusi yang disampaikan langsung oleh Rasulullah kepada para shahabatnya. Ia pun mengingat pertanyaan yang dilontarkan oleh para wanita pada jamannya dan menghapal jawaban-jawaban Rasulullah atas pertanyaan tersebut. Tak heran, jika salah satu ummahatul mukminin (ibunya orang-orang yang beriman- sebutan bagi istri-istri Rasulullah) ini menghapal hingga ribuan hadits.
Tak hanya itu saja, Aisyah juga terkenal dalam keahliannya dalam ilmu faraid (warisan), fiqih, dan bahkan ilmu kesehatan dan obat-obatan. Urwah bin Zubair putra Asma binti Abu Bakar bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha :” Wahai bibi, dari mana bibi mempelajari ilmu kesehatan?.” Aisyah menjawab:”Ketika aku sakit, orang lain mengobatiku, dan ketika orang lain sakit aku pun mengobatinya dengan sesuatu. Selain itu, aku mendengar dari orang lain, lalu aku menghafalnya.”
Pesona Kesucian Aisyah
“ Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapatkan balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa diantara mereka mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).” (QS. An Nuur [24]:11)
Ayat di atas adalah ayat pembuka dari sepuluh ayat dalam Surah An Nuur yang diturunkan untuk menghapuskan fitnah yang menimpa Humairah, sapaan sayang Rasulullah pada Aisyah.
Pada saat itu, rombongan kaum muslimin baru saja pulang dari perang melawan Bani Musthaliq. Aisyah pun turut serta dalam rombongan tersebut. Nah, pada saat rombongan berhenti untuk beristirahat, Aisyah pergi untuk menunaikan hajatnya. Pada saat itu, qadarallah, beliau kehilangan kalungnya. Maka kembalilah Aisyah untuk mencari kalungnya tersebut, hingga tanpa sadar ia telah ditinggalkan oleh rombongannya.
Lalu Aisyah pun memutuskan untuk tetap tinggal di tempatnya tersebut dengan harapan seseorang akan menyadari ketidakberadaannya di tengah rombongan sehingga akan kembali untuk menjemputnya. Dalam penantiannya itu, ia tertidur. Hingga kemudian muncullah Shafwan ibnul Mu’atthal yang juga tertinggal dari rombongan Rasulullah.
Saat pertama kali mendapati sosok Aisyah, Shafwan hanya dapat beristirja’, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un…” Hingga Aisyah mendengar suaranya, lalu beliau terbangun. Selanjutnya, dengan penuh kesopanan dan tanpa mengucapkan sepatah katapun, Shafwan mempersilakan Aisyah untuk naik ke tunggangannya dan menuntunnya hingga kembali bertemu dengan rombongannya.
Peristiwa ini lalu dijadikan celah oleh musuh-musuh Islam saat itu untuk melakukan fitnah yang keji atas Aisyah. Adalah ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh munafikin yang memprakarsai berita dusta tersebut. Hingga akhirnya, terlihatlah betapa keutamaan Aisyah nampak nyata saat Allah sendiri yang mengklarifikasi berita tersebut dan menenangkan hati Rasulullah yang ikut terusik dengan berita itu. Maka kembalilah nama baik Aisyah Radhiyallahu anha dengan tazkiyah langsung dari langit, oleh Rabbnya.
Pesona Kedermawanan Aisyah
Ia tak hanya seorang wanita cerdas yang senantiasa menjaga kesucianya. Aisyah pun terkenal dengan kedermawanannya yang tidak pernah menyimpan hartanya hingga keesokan harinya, melainkan membagi-bagikannya pada fakir miskin. Kedudukannya sebagai seorang isrtri dari Rasul yang mulia tidak menjadikan Aisyah hidup dalam gelimang harta, perhiasan yang banyak, ataupun makanan yang melimpah. Sejak Rasulullah masih hidup, beliau telah terbiasa hidup tanpa nyala api tungku untuk memasak, lalu cukup bersyukur dengan menikmati air dan kurma saja. Sepeninggal Rasulullah, beliau bahkan pernah menginfakkan sekantung uang sejumlah satu lakh dirham sebelum beliau berbuka puasa dan tidak meninggalkan sedikitpun untuk dirinya.
Hingga Pada Akhirnya…
Aisyah Radhiyallahu anha menjalani hari-harinya dengan Rasulullah hingga beliau Shallallhu alaihi wa sallam wafat. Sepuluh tahun tersebut beliau lalui dengan mengambil peranan tersendiri dalam mendukung Rasulullah untuk mencapai kejayaan kaum muslimin. Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir di atas pangkuan Aisyah di rumah Aisyah pula tanpa meninggalkan harta sedikitpun.
Namun, harta tidak lagi mejadi penting dibandingkan lautan ilmu yang ada pada diri Aisyah hasil didikan langsung Rasulullah. Lalu, 47 tahun kemudian, Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan napas yang terakhir pada 17 Ramadhan 58 Hijriah. Kepergian Aisyah untuk selamanya membawa duka yang mendalam bagi seluruh kaum muslimin. Namun, ilmu yang beliau ajarkan tidak akan lekang oleh jaman dan akan terus menjadi cahaya yang tak akan pernah redup sinarnya! (AR)
gambar:http://www.allbestpictures.com/wallpapers/flowers/image/a_red_rose_for_you.jpg
Yah, sebuah hal yang lumrah saat nama ini banyak digunakan orang. Baik sebagai nama yang dilekatkan padanya sejak lahir, ataupun sebagai nama ‘hijrah’ yang dengannya membuat penyandang nama ini terus termotivasi untuk bisa meneladani sifat Aisyah ‘yang sebenarnya’. Hmm…, yuk kita kenal lebih dekat dengan Aisyah…
Dialah ‘Aisyah bintu Abi Bakr ‘Abdillah bin Abi Quhafah ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay al-Qurasyiyyah at-Taimiyyah al-Makkiyyah. Seorang wanita mulia yang memadukan kecantikan, kematangan kepribadian, dan kecerdasan dalam satu sosok. Beliau lahir di Mekkah, 614 Masehi, delapan tahun sebelum permulaan zaman Hijrah. Ia dididik dengan cahaya keislaman yang kental, mengingat ayahnya Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu Anha merupakan sahabat yang paling dicintai Rasulullah Shalallalhu alaihi wa sallam yang juga memiliki catatan emas dalam dunia Islam.
Aisyah dipersunting menjadi istri ketiga Rasulullah setelah Khadijah dan Saudah pada saat beliau baru menginjak umur enam tahun. Pernikahan mulia tersebut berdasarkan perintah Allah melalui sebuah wahyu yang diterima Rasulullah melalui mimpinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan mimpi beliau kepada ‘Aisyah :”Aku melihatmu dalam mimpiku selama tiga malam, ketika itu datang bersamamu malaikat yang berkata : ini adalah istrimu. Lalu aku singkap tirai yang menyembunyikan wajahmu , lalu aku berkata sesungguhnya hal itu telah ditetapkan di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘alaihi dari ‘Aisyah radilayallahu ‘anha)
Pesona Ilmu Aisyah
Belajar ilmu syar’i atau mengetahui ilmu syar’i merupakan sebuah keberuntungan. Betapa tidak, Rasulullah Shallallhu Alaihi wa Sallam tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu, tentu saja yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Siapa yang memperolehnya, sungguh ia merupakan manusia yang mulia.
Begitulah yang ditunjukkan oleh Aisyah. Wanita teladan yang telah ikut dalam mengharumkan nama Islam ini akan tetap dikenang sejarah sepanjang masa. Kekuatan akan dan kecerdasannya melalui ilmu yang dimilikinya merupakan hasil dari tarbyah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam semasa hidupnya.
Kamarnya yang menempel pada masjid memberikan kesempatan baginya untuk mendengarkan semua ilmu, kuliah, dan diskusi yang disampaikan langsung oleh Rasulullah kepada para shahabatnya. Ia pun mengingat pertanyaan yang dilontarkan oleh para wanita pada jamannya dan menghapal jawaban-jawaban Rasulullah atas pertanyaan tersebut. Tak heran, jika salah satu ummahatul mukminin (ibunya orang-orang yang beriman- sebutan bagi istri-istri Rasulullah) ini menghapal hingga ribuan hadits.
Tak hanya itu saja, Aisyah juga terkenal dalam keahliannya dalam ilmu faraid (warisan), fiqih, dan bahkan ilmu kesehatan dan obat-obatan. Urwah bin Zubair putra Asma binti Abu Bakar bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha :” Wahai bibi, dari mana bibi mempelajari ilmu kesehatan?.” Aisyah menjawab:”Ketika aku sakit, orang lain mengobatiku, dan ketika orang lain sakit aku pun mengobatinya dengan sesuatu. Selain itu, aku mendengar dari orang lain, lalu aku menghafalnya.”
Pesona Kesucian Aisyah
“ Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapatkan balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa diantara mereka mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).” (QS. An Nuur [24]:11)
Ayat di atas adalah ayat pembuka dari sepuluh ayat dalam Surah An Nuur yang diturunkan untuk menghapuskan fitnah yang menimpa Humairah, sapaan sayang Rasulullah pada Aisyah.
Pada saat itu, rombongan kaum muslimin baru saja pulang dari perang melawan Bani Musthaliq. Aisyah pun turut serta dalam rombongan tersebut. Nah, pada saat rombongan berhenti untuk beristirahat, Aisyah pergi untuk menunaikan hajatnya. Pada saat itu, qadarallah, beliau kehilangan kalungnya. Maka kembalilah Aisyah untuk mencari kalungnya tersebut, hingga tanpa sadar ia telah ditinggalkan oleh rombongannya.
Lalu Aisyah pun memutuskan untuk tetap tinggal di tempatnya tersebut dengan harapan seseorang akan menyadari ketidakberadaannya di tengah rombongan sehingga akan kembali untuk menjemputnya. Dalam penantiannya itu, ia tertidur. Hingga kemudian muncullah Shafwan ibnul Mu’atthal yang juga tertinggal dari rombongan Rasulullah.
Saat pertama kali mendapati sosok Aisyah, Shafwan hanya dapat beristirja’, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un…” Hingga Aisyah mendengar suaranya, lalu beliau terbangun. Selanjutnya, dengan penuh kesopanan dan tanpa mengucapkan sepatah katapun, Shafwan mempersilakan Aisyah untuk naik ke tunggangannya dan menuntunnya hingga kembali bertemu dengan rombongannya.
Peristiwa ini lalu dijadikan celah oleh musuh-musuh Islam saat itu untuk melakukan fitnah yang keji atas Aisyah. Adalah ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh munafikin yang memprakarsai berita dusta tersebut. Hingga akhirnya, terlihatlah betapa keutamaan Aisyah nampak nyata saat Allah sendiri yang mengklarifikasi berita tersebut dan menenangkan hati Rasulullah yang ikut terusik dengan berita itu. Maka kembalilah nama baik Aisyah Radhiyallahu anha dengan tazkiyah langsung dari langit, oleh Rabbnya.
Pesona Kedermawanan Aisyah
Ia tak hanya seorang wanita cerdas yang senantiasa menjaga kesucianya. Aisyah pun terkenal dengan kedermawanannya yang tidak pernah menyimpan hartanya hingga keesokan harinya, melainkan membagi-bagikannya pada fakir miskin. Kedudukannya sebagai seorang isrtri dari Rasul yang mulia tidak menjadikan Aisyah hidup dalam gelimang harta, perhiasan yang banyak, ataupun makanan yang melimpah. Sejak Rasulullah masih hidup, beliau telah terbiasa hidup tanpa nyala api tungku untuk memasak, lalu cukup bersyukur dengan menikmati air dan kurma saja. Sepeninggal Rasulullah, beliau bahkan pernah menginfakkan sekantung uang sejumlah satu lakh dirham sebelum beliau berbuka puasa dan tidak meninggalkan sedikitpun untuk dirinya.
Hingga Pada Akhirnya…
Aisyah Radhiyallahu anha menjalani hari-harinya dengan Rasulullah hingga beliau Shallallhu alaihi wa sallam wafat. Sepuluh tahun tersebut beliau lalui dengan mengambil peranan tersendiri dalam mendukung Rasulullah untuk mencapai kejayaan kaum muslimin. Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir di atas pangkuan Aisyah di rumah Aisyah pula tanpa meninggalkan harta sedikitpun.
Namun, harta tidak lagi mejadi penting dibandingkan lautan ilmu yang ada pada diri Aisyah hasil didikan langsung Rasulullah. Lalu, 47 tahun kemudian, Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan napas yang terakhir pada 17 Ramadhan 58 Hijriah. Kepergian Aisyah untuk selamanya membawa duka yang mendalam bagi seluruh kaum muslimin. Namun, ilmu yang beliau ajarkan tidak akan lekang oleh jaman dan akan terus menjadi cahaya yang tak akan pernah redup sinarnya! (AR)
gambar:http://www.allbestpictures.com/wallpapers/flowers/image/a_red_rose_for_you.jpg
Kulit Sehat di Cuaca Menyengat!
- - Majalah AlFirdausBumi sudah makin tua. Mungkin itulah ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi planet kita saat ini. Berbagai macam siklus yang dulunya teratur berdasarkan masanya kini tidak lagi mengikuti polanya yang sebenarnya. Kadang kita sampai bingung melihat kondisi langit yang seolah begitu cepat berubah-ubah tak menentu, sedikit-sedikit hujan… sekejap langsung panas terik…
Belum lagi dengan kabar-kabar tentang lapisan ozon yang semakin menipis bahkan bocor di beberapa titik. Hal ini membuat Shohib AF harus ekstra hati-hati saat terpapar sinar matahari menyengat yang kadang kita rasa tidak bersahabat seperti yang dulu.
Nah, salah satu bagian yang akan langsung menerima ‘salam hangat’ dari matahari adalah kulit kita. Kulit sebagai bagian tubuh kita yang paling luar sangat mungkin menjadi yang pertama kalinya merasakan efek dari perubahan iklim yang tidak jelas seperti saat ini.
Shohib AF mungkin pernah mendengar istilah sinar ultraviolet atau yang biasa disebut sinar UV. Sinar ultraviolet, meskipun tidak dapat dilihat oleh mata manusia, merupakan bagian dari sinar matahari yang sangat berpengaruh pada kulit. Sinar UV dikelompokkan ke dalam 3 jenis, ultraviolet A (UVA), Ultraviolet B (UVB), dan ultraviolet C (UVC), tergantung pada panjang gelombangnya masing-masing. Secara normal, sinar UV ini dihalangi oleh ozon agar tidak sampai ke bumi dalam jumlah yang besar. Sebab, meskipun dalam jumlah kecil keberadaan sinar ini berguna dalam proses pembentukan vitamin D, namun jumlahnya yang berlebihan juga dapat menimbulkan mudharat yang tidak sedikit.
Sebenarnya, Allah Subhana Wata’ala telah menganugrahkan kepada manusia kemampuan alami bagi kulit untuk melindungi diri dari sinar matahari. Perlindungan alami ini dengan menebalnya epidermis dan melanocytes (pigmen-menghasilkan sel kulit) meningkatkan jumlah melanin, yang menggelapkan kulit sehingga menghasilkan warna coklat. Melanin menyerap energi sinar UV dan membantu mencegah sinar merusak sel kulit dan menembus ke dalam jaringan. Hal inilah yang menyebabkan orang dengan kulit lebih gelap memiliki resiko lebih kecil terkena penyakit kulit akibat sinar matahari, misalnya kanker kulit, karena lebih banyaknya melanin yang melindungi kulitnya. Perlindungan ini sangat penting karena sinar matahari berlebih dapat menjadi penyebab kerutan, halus dan kasar, pigmentasi yang tak teratur, kemerahan, dan bertekstur kasar pada kulit yang terekspos.
Shohib AF tentu tidak ingin mengalami berbagai kerusakan kulit di atas khan? Berikut AF akan berbagi tips agar kulit kamu tetap ‘strong’ saat disapa sinar matahari yang garang!
1. Hindari paparan sinar matahari yang berlebih!
Di siang hari yang panas, kamu jangan hobi menantang matahari dengan gagah berani menjemur diri dong! Usahakan untuk melindungi kulit kamu secara manual dengan menggunakan payung atau apapun yang bisa melindungi kulitmu dari sinar matahari langsung. Nah, ini juga membuat kita semakin merasakan betapa syari’at busana muslimah yang tertutup merupakan bukti perlindungan Allah bagi makhlukNya! Karena dengan menggunakannya, secara tidak langsung kita mendapatkan bonus atas ibadah yang kita lakukan. Tapi jangan sampai ini menodai keikhlasan kamu berbusana muslimah, lho! Ingat! Menutup aurat semata-mata sebagai bentuk ketaatan pada Allah saja!
2. Lakukan pengelupasan (exfoliating) kulit secara teratur
Ini bukan berarti kamu harus mengupas kulit kamu seperti mengupas buah, lho! Maksud pengelupasan di sini adalah dengan mengangkat sel kulit mati dan kulit kering. Pengelupasan ini bisa kamu lakukan sendiri dengan membasahi seluruh tubuh, oleskan lulur atau produk semacamnya diwaslaf, kain atau buffpuff, lalu gosok, Lakukan dengan lembut dengan gerakan melingkar.
3. Gunakan pelembab
Pelembab sangat berguna bagi kulit yang dapat dengan mudah mengering di cuaca panas akibat penguapan air pada kulit. Kulit kering akan lebih mudah untuk menjadi keriput sehingga kulit terlihat lebih tua. Nah, untuk penggunaannya, perhatikan juga jenis kulit kamu, untuk kulit yang hanya sedikit kering gunakan pelembab yang agak cair dan jika sangat kering, pilih pelembab berbentuk krim.
4. Lindungi Kulit dengan Tabir Surya
Meskipun kulit memiliki mekanisme alami untuk melindungi dari matahari, kamu juga perlu membantunya dengan menggunakan produk tabir surya. Biasanya produk ini mengandung sun protection factor (SPF). Pilih produk dengan SPF 15 yang dilengkapi dengan label broad spectrum protection atau UVA protection, bahkan saat ini ada juga produk yang dilengkapi sekaligus dengan UVB protection. Pastikan pula mengoleskan tabir surya dengan SPF 30 pada bekas luka, karena sinar matahari dapat membuat bekas luka Anda semakin gelap. Pilih tabir surya berlabel nonacnegenic atau noncomedogenic untuk menjaga supaya kulitmu bebas komedo.
5. Minum Air Putih
Minumlah air putih sebanyak mungkin. Usahakan sebanyak delapan gelas per hari serta mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, agar kulit tidak kering.
Yang Alami buat Si Kulit Kering
Buat kamu yang punya kulit kering, memang harus lebih ekstra memperhatikan kondisi kulit di cuaca yang panas. Soalnya, kulit kamu yang sudah dari awalnya kering akan menjadi lebih kering lagi akibat penguapan yang terjadi. Di lain pihak, terkadang agak ‘mengerikan’ jika membayangkan harus merawat kulit dengan berbagai bahan kimia yang tentunya rentan dengan efek samping. Nah, di bagian ini AF akan membagi ‘formula’ alami untuk perawatan kulit keringmu!
1. Masker Alpukat
Selain enak dibuat jus atau dicampur dengan dimakan dengan campuran susu, ternyata alpukat juga mantap saat dibuat masker untuk melembabkan kulit, lho! Caranya, campurkan setengah buah alpukat dengan seperempat gelas madu secara merata. Selanjutnya, oleskan di wajah dan leher, lalu diamkan 10 menit. Terakhir, bersihkan sisa masker dengan menggunakan handuk yang telah dibasahi dengan air dingin.
2. Masker Madu
Pilih madu asli lalu hangatkan dengan cara memasukkan botolnya dalam wadah yang berisi air panas, diamkan hingga madu terasa hangat. Selanjutnya, terlebih dahulu bersihkan wajah dengan menggunakan handuk yang hangat agar pori-pori kulit wajah terbuka. Lalu, oleskan madu hangat tadi pada wajah hingga merata. Diamkan 10 menit, lalu bersihkan dengan air hangat.
3. Madu dan Putih Telur
Ada beberapa varian masker madu. Salah satunya dengan campuran putih telur (lebih baik pilih jenis telur ayam kampung). Gunakan pada malam hari selama 15 – 20 menit lalu bilas dengan air hangat. Gunakan secara teratur seminggu dua kali maka wajah kamu menjadi mulus dan kencang.
4. Madu dan Susu
Kombinasi antara susu dan madu merupakan ‘resep lama’ yang dikenal dapat melembabkan kulit. Campurkan satu sendok teh susu bubuk dengan satu sendok makan madu yang sudah dihangatkan serta satu sendok teh gel dari daging lidah buaya. Tambahkan juga dua tetes essential iol (minyak esensial). Lalu, campurkan semua bahan hingga merata dan oleskan ke seluruh wajah kemudian biarkan selama 15 menit. Terakhir, cuci bersih wajah dengan air hangat.
Selamat mencoba!
Popular Posts
-
Bismillaahirrahmaanirrahiim *sebuah oleh-oleh dari Pengajian Umum 'Rahasia Dzulhijjah dan Qurban', 1 Dzulhijjah 1434 H / 6 Ok...
Category List
AlFirdaus on Date
(7)
Artikel Islami
(11)
Artikel Tsaqofah
(3)
Cerita Kamu
(3)
Event
(2)
Nasihat Untuk Hati
(9)
Poster Islami
(2)
Ucapan Selamat
(2)
Followers
Subscribe via Email
Cara Kirim Tulisan
Redaksi menerima tulisan dari pembaca. Yang tulisannya dimuat, Insya Allah akan mendapat imbalan. Tulisan yang masuk akan menjadi milik redaksi dan tidak dikembalikan. Jangan lupa sertakan biodata singkat di akhir tulisan. Berminat? Silakan kirimkan tulisan via email ke redaksialfirdaus@yahoo.com