Bismillaahirrahmaanirrahiim
"Hai, orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa"
(QS-Baqarah: 183)
Tamu
mulia kembali bertandang. Ramadhan dengan segenap pesan takwa yang ada di
dalamnya, kembali menjumpai kita. Ada kegembiraan yang membuncah, suka cita
yang hadir saat kita kembali memasuki gerbang bulan yang mulia ini. Kadang,
terselip pula haru, teringat pada sanak saudara, kawan, dan sahabat yang di
Ramadhan lalu masih dapat bersahur dan berbuka bersama, namun di tahun ini
ternyata tidak lagi dapat turut menjalankan aktivitas yang serupa. Ya, sebab
segala sesuatu memiliki akhirnya masing-masing.
Ramadhan.
Satu bulan dari bulan-bulan yang lain, yang dipilih oleh Allah sebagai momentum
khusus untuk ‘mengisi-ulang’ keimanan. Di dalam Ramadhan, pahala
dilipatgandakan, amal kebaikan dimudahkan, dan kemaksiatan dihindarkan.
Ramadhan, bulan yang mulia dimana kita diajak untuk merasakan lapar dan dahaga,
merasakan penderitaan saudara-saudara kita yang tak berpunya. Ramadhan, sebuah
madrasah sebulan penuh, tempat kita berusaha menahan lisan yang kadang lebih
tajam dari pedang, untuk terus mengusahakan hal yang sama selepas Ramadhan
berakhir, hingga seterusnya. Ramadhan, saat masjid-masjid menjadi lebih ramai
dari biasanya. Saat senandung ayat Al Qur’an memantul-mantul di dinding-dinding
setiap rumah. Saat penganan manis berbuka dibagi-bagikan kepada tetangga; salah
satu cara agar silaturahim terjaga. Saat sedekah kita upayakan mengalir bagai
embusan angin, semata mencontoh Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam.
Ramadhan ajarkan kita, bahwa kebaikan memang tidak sesulit yang kita kira.
Duhai,
di belahan bumi lainnya, saudara-saudara kita turut menjamu Ramadhan dengan
segala keterbatasan. Ada yang harus bersabar dengan konflik di negaranya. Ada
pula yang harus menjaga puasa bahkan sembari menjaga nyawanya. Di Somalia sana,
seorang saudara kita bertanya pada Syaikh; Apakah
puasa kami tetap sah meski tak kami miliki sesuatu pun untuk sahur dan buka? Subhanallah,
bukankah telah teramat nyaman kondisi yang Allah takdirkan untuk kita?
Ramadhan,
mengapa ia tidak terjadi sepanjang tahun saja? Mengapa saat kita menatapi hilal
di awal bulannya, nyatanya akan datang pula hilal yang akan menandai
berakhirnya? Begitu nikmat ber-Ramadhan yang penuh dengan keindahan ini. Namun,
seperti segala hal lainnya, ia juga memiliki batasan akhir. Ramadhan tidak akan
berlangsung selamanya; kecuali kita yang mengusahakan semangatnya tetap
bergelora, sepanjang masa. Ramadhan akan berpisah dengan kita, tanpa pernah ada
jaminan bahwa akan kita temui ia di tahun berikutnya. Ah, Ramadhan...
Dunia
yang fana ini, adalah serupa pohon rindang tempat seorang musafir berdiam
sejenak untuk kumpulkan kekuatan. Setelah itu, perjalanan panjang akan kembali
diteruskan. Dunia ini, jika bukan ia yang tinggalkan kita, maka kita yang akan
meninggalkannya. Bagaimana jika, ternyata ini adalah Ramadhan terakhir kita?
Bagaimana
jika inilah Ramadhan terakhir kita, sementara mata yang terlelap lebih panjang
durasinya dibanding ibadah yang penuh khusyuk dan taat? Bagaimana jika kita tak
jumpa lagi dengan Ramadhan, sementara kini puasa tidak menahan lisan dan
prasangka kita dari hal-hal yang tercela? Bagaimana jika Ramadhan tidak akan
lagi menjadi tamu kita, sementara hati ini masih terlalu berat cintanya pada
dunia, terlalu sedikit mengingatNya dalam berdiri, duduk, dan berbaring kita?
Bagaimana jika, inilah Ramadhan terakhir kita, Ramadhan yang masih saja kita
sia-siakan setiap detiknya?
Ramadhan,
sungguh kami terhijabi dari takdir kapan usia ini akan selesai. Jangankan
berjumpa dengan Ramadhan di tahun mendatang, menyelesaikan Ramadhan tahun ini
hingga ujungnya pun masih kami sangsikan. Sungguh meruginya kami jika ternyata
esok mata ini tidak dapat lagi merasakan kehangatan bersahur, keteduhan shaum,
nikmatnya berbuka, syahdunya
qiyamullail, dan merdunya tilawah. Saat rasa malas dalam ketaatan itu kembali
datang, duhai betapa lebih baiknya jika kami mengingat kembali, betapa besarnya
nikmat berpisah dengan dunia dalam keadaan taat. Dan betapa ruginya jika
ternyata maksiat menandai akhir perjalanan. (AR)
1 comments:
Salam kemenangan hati
menang BERSAMA
Hidup Adalah Perjuangan
Post a Comment
Silakan berkomentar!