INSPIRASIAndSEMANGAT MUSLIM MUDA


(Edisi AF Crew's Note)

Ada sebuah kebiasaan sehat yang diterapkan di rumah saya beberapa bulan belakangan. Setiap pagi dan sore, bapak, ibu, dan saya rutin minum jus sayuran dengan campuran labu siam, timun, dan wortel –kadang ditambah melon juga. Atas saran dari seorang konsultan gizi yang sepaket dengan ahli jantung tempat ibu saya sempat berkonsultasi, beliau menyarankan untuk menenggak jus yang diyakini mantap untuk menurunkan kolesterol dan tekanan darah tersebut.
The hardest part dari ritual minum jus itu adalah saat proses pencucian juicernya. Model juicer yang berlekuk-lekuk itu memungkinkan noda dari getah sayur-sayuran tadi tertinggal dengan warna hitam kecoklatan yang cukup mengganggu pandangan. Saat menyikat noda-noda itulah saya teringat akan noda lain yang juga lekat dengan kehidupan kita.
Jika noda pada pakaian atau pada tubuh kita akan membuat kita terganggu dan akan segera kita bersihkan, maka noda yang satu ini terkadang terlupa. Bahkan, dalam keadaan akut, noda-noda ini kadang dianggap wajar dan biasa-biasa saja. Noda yang saya maksud adalah; dosa.
Yah, diumpakan setiap kita melakukan maksiat, akan ada satu titik noda hitam yang menempel di hati. Besar dan jumlahnya mungkin setara dengan seberapa besar maksiat itu sendiri. Orang yang terus menerus melakukannya, tanpa sadar akan sampai pada titik dimana hatinya akan dipenuhi dengan noda hingga akan menjadi hitam kelam dan keras. Maka jangan heran, jika mendapati diri dalam keadaan melimpah harta, keluarga yang aman-aman saja, prestasi yang berada di puncak tertinggi, atau kedudukan yang terhormat di mata manusia, tapi tetap merasa tidak tentram dan selalu ada yang dirasa kurang. Mungkin sebab hatinya kosong melompong dan hanya diisi oleh noda hitam yang mengerak.
Dalam sebuah lingkaran majelis, saya pernah mendengar cerita tentang Utsman bin Affan yang selalu sesunggukan hingga basah jenggotnya saat melewati perkuburan. Atau Khalid bin Walid yang menangis menatap Al Qur’an sebab merasa telah terlalaikan karena sibuk di medan jihad. Ada juga yang dengan perasaan bergejolak berucap bahwa ia akan lalui perjalanan panjang (setelah kematian) sementara perbekalan yang disiapkannya sangat sedikit.
Nah!
Jika mereka saja, yang hidup di masa Rasulullah, yang hatinya dicerahkan dengan cahaya Islam yang begitu paripurna, serta ibadah dan ketakwaannya adalah jaminan mutu, kemudian dapat dengan setakut itu menghadapi masa-masa pertanggung jawaban, lalu bagaimana dengan kita.
Ada sebuah kata-kata hikmah yang sangat indah; Jangan melihat sekecil apa maksiat yang kau lakukan, tapi lihatlah sebesar apa Dzat yang kau bermaksiat padaNya.
Ya, kita kadang tidak sadar pada dosa-dosa kecil yang mungkin terkumpul tiap detiknya. Sementara kita tahu betul bahwa bukit yang tinggi menjulang adalah kumpulan kerikil-kerikil kecil yang terkumpul menjadi satu.
Memang benar bahwa manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Maka sebab itulah Allah Yang Maha Pemurah memberikan kepada kita sebuah cara untuk dapat lepas dari jerat noda-noda itu; Taubat!
Masalahnya adalah, kita kadang memberi jeda yang terlalu lama untuk memulai pertobatan. Kita dengan mudah melakukan prokrastinasi –penundaan, untuk memutuskan berhenti dari maksiat, menyesal tentangnya, dan berjanji tidak akan mengulanginya. Seolah-olah, kita tahu kapan datangnya saat kematian, seolah kita menjamin, bahwa hidup baru akan terhenti saat rambut telah memutih, badan membungkuk, dan gigi ompong satu persatu. Padahal begitu banyak kasus mati muda yang terjadi diluar sana, lebih parah lagi, kasus meninggal dalam keadaan maksiat yang sama sekali tidak ada kerennya!
Layaknya seperti juicer saya tadi, kadang saya menunda untuk mencucinya saat ada pekerjaan lain yang harus didahulukan. Hasilnya adalah, noda-nodanya akan lebih susah dibersihkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan jika dicuci segera setelah digunakan.
Maka ada beberapa cara Allah untuk ‘membersihkan noda’ kita. Mungkin dengan kesengsaraan atau rasa sakit yang kita derita. Jika dihadapi dengan ikhlas, maka ia adalah penggugur dosa layaknya berjatuhannnya daun di musim gugur, insya Allah. Tapi apakah kita akan menunggu untuk ‘disakiti’ dulu baru akan bertaubat? Lalu bagaimana jika ternyata kesempatan itu tidak datang dan kita ‘dibiarkan’ berkubang dalam maksiat?
Kawan, mungkin ada bagusnya jika kita menikmati keheningan sejenak. Bersendirianlah ditengah malam dan ingat kembali betapa banyak kemaksiatan yang kita lakukan. Ingatlah bahwa kepastian kematian akan datang, entah setelah kesempatan taubat kita dapatkan ataukah saat belum sempat kita mengakui kesalahan. Ingatlah bagaimana indahnya syurga yang mungkin akan begitu jauh bahkan tidak tercium wanginya jika kita tidak segera berubah. Ingatlah betapa ngerinya jahannam yang bahan bakarnya adalah batu dan manusia. Ingatlah saat kita berada di titik nol, lalu berdiri di hadapan Rabb pencipta kita, untuk bertanggung jawab atas setiap detik yang kita habiskan di dunia. Ingatlah dengan keyakinan bahwa itu adalah masa-masa kepastian yang kita akan sampai ke episodenya; cepat atau lambat.
Kawan, pintu pengampunannya terbuka lebar. Kukabarkan padamu tentang kedudukan orang-orang yang bertaubat di sisinya; dihapuskan dosa-dosanya! Demi Allah, akan dihapuskan dosa-dosanya! Dengannya, semoga kelak perjalanan kita akan lebih ringan, wajah pun lebih bercahaya, di hari dimana tidak ada lagi naungan selain naunganNya. Maka sampai kapan kita akan menunda? Ayo, bertaubat bersama!
sumber gambar

This entry was posted in Thank you for reading !! Barakallahu fiik .

0 comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar!

Followers

Subscribe via Email

Enter your email address:

Cara Kirim Tulisan

Redaksi menerima tulisan dari pembaca. Yang tulisannya dimuat, Insya Allah akan mendapat imbalan. Tulisan yang masuk akan menjadi milik redaksi dan tidak dikembalikan. Jangan lupa sertakan biodata singkat di akhir tulisan. Berminat? Silakan kirimkan tulisan via email ke redaksialfirdaus@yahoo.com